Mungkin kalo disurvey, alasan para koruptor itu melakukan “kenakalan”, selain factor keserakahan juga factor keinginan membahagiakan keluarga. Mungkin mulia banget ya seorang kepala keluarga pengen memberikan kebahagiaan duniawi pada keluarganya kemudian melakukan berbagai hal! Alasan pragmatis dari tindakan korupsi adalah “yang penting anak-istri saya bisa makan”.
Kenapa kemudian istri menjadi alasan dari sebuah tindakan yang dilarang??? Mungkin memang kecenderungan superioritas laki-laki untuk memenuhi keinginan pasangan hidupnya. Tapi, laki-laki bukan superior dan perempuan bukan inferior toh??? Ya, seorang suami memang punya kewajiban untuk menafkahi keluarganya, tapi bukan berarti sebuah ketergantungan materi seorang perempuan pada laki-laki. Makanya cewek juga butuh kemandirian!!!! Lagipula , kewajiban menafkahi tidak bisa dipersempit maknanya dengan nafkah materi saja. Kepala keluarga tentunya beda dengan bagian keuangan. Analoginya : ketua panitia beda dengan divisi usaha dana. Presiden tentunya beda dengan menteri keuangan.
Kepala keluarga dengan tanggungjawabnya untuk menafkahi bukan berarti akan hilang tanggungjawabnya saat ia tak bisa memberikan nafkah materi. Tetap laki-laki adalah seorang kepala keluarga walaupun gaji-nya kecil atau bahkan pengangguran. Sama saja kondisinya dengan, seorang ketua panitia tetap sebagai ketua panitia walaupun ia tak bisa mendapatkan dana kegiatan, karena itu adalah bagian divisi usaha dana.
Penulis membayangkan, berapa banyak laki-laki yang terpaksa menjadi korupsi dengan alasan pragmatis untuk memberikan kebahagiaan pada keluarganya. Atau saya membayangkan, bagaimana kekuatan semangat para istri-istri mandiri yang memberikan support kepada para suaminya dan meyakinkan bahwa kita akan tetap bahagia walaupun tanpa limpahan harta. KPK itu mungkin sulit sekali melakukan aksi-aksi pemberantasan dan pencegahan korupsi, tapi para istri-istri/suami-suami koruptor dengan kekuatan cinta yang luar biasa, bisa meyakinkan pasangannya masing-masing bahwa mahligai yang mereka bangun tidak pernah terukur dengan materi apapun, jadi jangan pernah sampai tergoda untuk korupsi. Iya nggak sieh??? Karena kita (perempuan) tidak akan menjadi lemah hanya gara-gara suami tak punya uang banyak. Iya nggak sieh??? he3
Itulah yang kemudian kita bisa membangun umat melalui pembenahan keluarga. Isnt it??? Jadi sebagai cewek, istri dan calon istri, MANDIRI itu mungkin NGGAK HARUS tapi BUTUH!!!!!!! Kita butuh untuk kemandirian, supaya tidak terbawa pada pragmatisme. Mandiri akan membawa kita pada kepercayaan diri supaya bisa berdiri diatas kaki sendiri, membuat kita tak goyah walaupun banyak godaan. Ayo, mulai dari keluarga kita sendiri!!!!
Selasa, 08 Juni 2010
Tips Kecantikan Umum tapi Sering Diabaikan
Kita bisa saja yakin sudah merawat tubuh, wajah, rambut, dan lainnya dengan saksama. Namun, saking berfokus pada satu pihak dan kekurangan, kadang kita lupa merawat bagian tubuh yang lain. Tak jarang, tips-tips umum yang sering kali diberitakan dan disampaikan oleh para ahli kecantikan terlewatkan. Apa saja tips kecantikan yang sering kali terabaikan padahal khasiatnya sangat besar untuk kecantikan?
1. Satu hal yang paling penting untuk kecantikan adalah dengan selalu memberi hidrasi tubuh, yakni dengan banyak-banyak minum air putih. Jika sulit untuk Anda memastikan dalam sehari minum 8 gelas per hari, maka tak perlu terlalu memusingkannya, asalkan jangan pernah membiarkan diri Anda merasa haus. Meski, memang tak pernah ada yang mengetahui seberapa banyak air yang diminum bisa memberikan hidrasi kulit Anda. Namun, jika Anda perhatikan, bukankah kulit akan terlihat kering dan mengelupas tiap kali Anda kekurangan air?
2. Kulit cantik? Satu hal paling besar yang menjadi penyebab kerusakannya adalah sinar matahari. Yang bisa Anda lakukan untuk mencegah kulit Anda rusak adalah dengan selalu melindunginya. Tabir surya adalah hal yang penting untuk Anda gunakan, khususnya untuk kita yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Gunakan tabir surya yang minimal memiliki angka SPF 15 setiap hari, meski cuaca di luar sedang hujan.
3. Anda bisa mengembalikan kompleksi saat tertidur dengan bantuan retinoid. Mary P Lupo, MD, profesor klinik dermatologi di Tulane Medical School mengatakan, bahwa mengoleskan produk kecantikan yang mengandungretinoid pada wajah secara rutin di malam hari bisa membantu menstimulasi kolagen, mengeksfoliasi pori-pori dan mendorong pergantian sel.
4. Jangan pernah lupa untuk merawat tangan dan leher sebagaimana Anda merawat kulit wajah. Kulit pada bagian leher sama tipisnya dengan kulit pada wajah. Namun, tetap saja para wanita kurang memerhatikannya. Ini sama halnya dengan kecantikan tangan. Setelah Anda mengaplikasikan krim malam, baik yang mengandung retinoid atau serum antioksidan pada wajah, oleskan sedikit pada punggung tangan dan bagian leher Anda.
5. Produk kecantikan yang dijual bebas pastinya akan berusaha membuat pelanggannya tetap setia dengan produk-produknya. Tak perlu terlalu takut untuk mencoba produk-produk kosmetik yang dijual di sana. Tetap perhatikan dan nantikan riset-riset dan perkembangan terbaru dari kosmetik-kosmetik tersebut. Kadang, saking takutnya menggunakan produk bebas, ada yang memaksakan diri pergi ke dokter-dokter kulit, bahkan tak jarang justru mendapatkan produk racikan yang malah bisa berbahaya dan menyakiti kulit.
6. Cara tercepat dan termurah untuk mendapatkan kulit yang bagus adalah dengan berolahraga. Ya, dengan berolahraga, kita akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Sirkulasi darah akan membantu mengalirkan oksigen sehingga membuat saluran darah membesar. Dengan demikian, hal itu memberikan wajah berseri yang dinantikan oleh banyak orang.
7. Nasihat orangtua dan para dokter untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sebenarnya tak hanya baik untuk kesehatan, tapi juga untuk membangun pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Hasilnya? Kulit akan bertahan dan memperlambat penuaan dini. Buah-buahan dan sayuran yang mengandung antioksidan, seperti coenzyme Q10, dan vitamin A, C, dan E.
8. Satu hal yang bisa mengubah penampilan seseorang adalah dengan memilih potongan rambut yang tepat. Potongan rambut yang tepat bisa mengalahkan segala kecanggihan produk penataan rambut apa pun. Potongan rambut yang tepat mirip dress yang tepat untuk tubuh. Jika Anda memiliki potongan yang tepat, maka aksesori tak lagi diperlukan, meski kadang akan menyenangkan.
9. Berlaku baik = tampil cantik. Ini benar. Jika Anda berlaku baik pada orang lain atau pada lingkungan, maka Anda akan merasa baik sehingga Anda akan secara tak sadar memasang wajah yang bahagia. Studi menunjukkan bahwa mereka yang terlihat bahagia tampak lebih atraktif ketimbang yang sedang sedih. Jadi, jangan bosan-bosan untuk berlaku baik kepada orang dan lingkungan.
1. Satu hal yang paling penting untuk kecantikan adalah dengan selalu memberi hidrasi tubuh, yakni dengan banyak-banyak minum air putih. Jika sulit untuk Anda memastikan dalam sehari minum 8 gelas per hari, maka tak perlu terlalu memusingkannya, asalkan jangan pernah membiarkan diri Anda merasa haus. Meski, memang tak pernah ada yang mengetahui seberapa banyak air yang diminum bisa memberikan hidrasi kulit Anda. Namun, jika Anda perhatikan, bukankah kulit akan terlihat kering dan mengelupas tiap kali Anda kekurangan air?
2. Kulit cantik? Satu hal paling besar yang menjadi penyebab kerusakannya adalah sinar matahari. Yang bisa Anda lakukan untuk mencegah kulit Anda rusak adalah dengan selalu melindunginya. Tabir surya adalah hal yang penting untuk Anda gunakan, khususnya untuk kita yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia. Gunakan tabir surya yang minimal memiliki angka SPF 15 setiap hari, meski cuaca di luar sedang hujan.
3. Anda bisa mengembalikan kompleksi saat tertidur dengan bantuan retinoid. Mary P Lupo, MD, profesor klinik dermatologi di Tulane Medical School mengatakan, bahwa mengoleskan produk kecantikan yang mengandungretinoid pada wajah secara rutin di malam hari bisa membantu menstimulasi kolagen, mengeksfoliasi pori-pori dan mendorong pergantian sel.
4. Jangan pernah lupa untuk merawat tangan dan leher sebagaimana Anda merawat kulit wajah. Kulit pada bagian leher sama tipisnya dengan kulit pada wajah. Namun, tetap saja para wanita kurang memerhatikannya. Ini sama halnya dengan kecantikan tangan. Setelah Anda mengaplikasikan krim malam, baik yang mengandung retinoid atau serum antioksidan pada wajah, oleskan sedikit pada punggung tangan dan bagian leher Anda.
5. Produk kecantikan yang dijual bebas pastinya akan berusaha membuat pelanggannya tetap setia dengan produk-produknya. Tak perlu terlalu takut untuk mencoba produk-produk kosmetik yang dijual di sana. Tetap perhatikan dan nantikan riset-riset dan perkembangan terbaru dari kosmetik-kosmetik tersebut. Kadang, saking takutnya menggunakan produk bebas, ada yang memaksakan diri pergi ke dokter-dokter kulit, bahkan tak jarang justru mendapatkan produk racikan yang malah bisa berbahaya dan menyakiti kulit.
6. Cara tercepat dan termurah untuk mendapatkan kulit yang bagus adalah dengan berolahraga. Ya, dengan berolahraga, kita akan meningkatkan aliran darah dalam tubuh. Sirkulasi darah akan membantu mengalirkan oksigen sehingga membuat saluran darah membesar. Dengan demikian, hal itu memberikan wajah berseri yang dinantikan oleh banyak orang.
7. Nasihat orangtua dan para dokter untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sebenarnya tak hanya baik untuk kesehatan, tapi juga untuk membangun pertahanan tubuh terhadap radikal bebas. Hasilnya? Kulit akan bertahan dan memperlambat penuaan dini. Buah-buahan dan sayuran yang mengandung antioksidan, seperti coenzyme Q10, dan vitamin A, C, dan E.
8. Satu hal yang bisa mengubah penampilan seseorang adalah dengan memilih potongan rambut yang tepat. Potongan rambut yang tepat bisa mengalahkan segala kecanggihan produk penataan rambut apa pun. Potongan rambut yang tepat mirip dress yang tepat untuk tubuh. Jika Anda memiliki potongan yang tepat, maka aksesori tak lagi diperlukan, meski kadang akan menyenangkan.
9. Berlaku baik = tampil cantik. Ini benar. Jika Anda berlaku baik pada orang lain atau pada lingkungan, maka Anda akan merasa baik sehingga Anda akan secara tak sadar memasang wajah yang bahagia. Studi menunjukkan bahwa mereka yang terlihat bahagia tampak lebih atraktif ketimbang yang sedang sedih. Jadi, jangan bosan-bosan untuk berlaku baik kepada orang dan lingkungan.
Horeee... "SMS" Diizinkan di Pesawat
UCKLAND, KOMPAS.com - Ada berita bagus bagi para penumpang Air New Zealand. Maskapai penerbangan tersebut akan memperbolehkan penumpangnya mengirimkan pesan singkat (SMS) dan e-mail di tengah penerbangan mulai akhir tahun ini. Namun, menelepon masih dilarang.
Maskapai penerbangan nasional Selandia Baru tersebut akan memperbolehkan penumpangnya menerima dan mengirim SMS dan e-mail melalui iPhone, Blacberry, dan telepon seluler GSM pada penerbangan dengan menggunakan pesawat baru jenis Boeing 777-300 mulai November.
Para penumpang juga diperbolehkan menggunakan notebook atau laptop mereka dan terhubung dengan koneksi pita lebar mereka untuk mengakses internet. Perusahaan penerbangan itu mengatakan, layanan memperbolehkan mengirim dan menerima SMS dan email tersebut merupakan tanggapan atas permintaan para penumpang yang melakukan perjalanan jarak jauh.
Akan tetapi, jangan terlalu senang dahulu. Aturan ini masih menantikan persetujuan dari badan regulator setempat. Walaupun demikian, hingga saat ini masih belum diperbolehkan menelepon dari dalam pesawat.
”Penumpang kami di pesawat baru Boeing 777-300 dapat menggunakan peralatan GSM/GPRS dengan aman ketika sistem diaktifkan selama penerbangan. Tetapi, para penumpang juga diminta menggunakan nada getar atau diam di telepon seluler mereka,” ujar juru bicara Ed Sims di Auckland, Jumat (28/5). Penumpang akan dikenai biaya oleh operator telepon seluler mereka, seperti biaya jelajah internasional, ditambah dengan biaya jelajah selama penerbangan.
Maskapai penerbangan nasional Selandia Baru tersebut akan memperbolehkan penumpangnya menerima dan mengirim SMS dan e-mail melalui iPhone, Blacberry, dan telepon seluler GSM pada penerbangan dengan menggunakan pesawat baru jenis Boeing 777-300 mulai November.
Para penumpang juga diperbolehkan menggunakan notebook atau laptop mereka dan terhubung dengan koneksi pita lebar mereka untuk mengakses internet. Perusahaan penerbangan itu mengatakan, layanan memperbolehkan mengirim dan menerima SMS dan email tersebut merupakan tanggapan atas permintaan para penumpang yang melakukan perjalanan jarak jauh.
Akan tetapi, jangan terlalu senang dahulu. Aturan ini masih menantikan persetujuan dari badan regulator setempat. Walaupun demikian, hingga saat ini masih belum diperbolehkan menelepon dari dalam pesawat.
”Penumpang kami di pesawat baru Boeing 777-300 dapat menggunakan peralatan GSM/GPRS dengan aman ketika sistem diaktifkan selama penerbangan. Tetapi, para penumpang juga diminta menggunakan nada getar atau diam di telepon seluler mereka,” ujar juru bicara Ed Sims di Auckland, Jumat (28/5). Penumpang akan dikenai biaya oleh operator telepon seluler mereka, seperti biaya jelajah internasional, ditambah dengan biaya jelajah selama penerbangan.
Ketika Perempuan Merokok Dianggap Keren
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, jumlah perokok perempuan di Tanah Air cenderung meningkat dari tahun ke tahun. "Menurut survei nasional, ada kenaikan," kata Endang Rahayu saat menyampaikan paparan terkait peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis (27/5/2010).
Disebutkan, jumlah perempuan perokok yang tahun 1995 hanya 1,7 persen, sudah meningkat menjadi 5,06 persen pada 2007. Menurut Menteri Kesehatan, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau yang dari waktu ke waktu kian agresif.
Secara terpisah, pegiat lembaga swadaya masyarakat Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) Fuad Baradja mengatakan, industri rokok menggunakan trik-trik khusus untuk menarik kaum perempuan mengisap rokok.
Melalui iklan-iklan produk mereka, dia menjelaskan, industri rokok menyampaikan informasi yang menyesatkan tentang rokok. "Dibikin iklan dengan figur-figur yang terlihat keren yang kemudian membuat orang menganggap merokok sebagai hal yang keren. Mereka juga pakai kata-kata milddan low tar, seolah rokok-rokok itu dampaknya lebih ringan dari rokok yang lain, padahal kenyataannya tidak demikian," katanya.
Iklan-iklan semacam itu, menurut dia, ikut memberikan kontribusi terhadap perubahan pandangan masyarakat terhadap perempuan yang merokok. "Dulu perempuan yang merokok dianggap nakal dan liar. Pelan-pelan pandangan itu berubah, tidak sekuat dulu, sehingga para perempuan tidak lagi merasa malu kalau merokok, bahkan sebaliknya, merasa keren," katanya.
Padahal, kebiasaan merokok sudah terbukti menimbulkan banyak gangguan kesehatan, membuat beban biaya kesehatan meningkat. Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, dan amoniak.
Selain itu, ada juga oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon serta zat kimia yang berbahaya termasuk tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Gas dan partikel dalam asap rokok penyakit obstruksi paru menahun (POPM), seperti emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Kebiasaan merokok juga menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru-paru karena partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen.
Bahan-bahan kimia dalam rokok, kata dokter spesialis kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Tricia Dewi Anggraeni, menimbulkan gangguan pada organ reproduksi perempuan.
"Rokok meningkatkan risiko terhambatnya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan melahirkan bayi hidup," katanya. Merokok, ia melanjutkan, juga menghambat pematangan sel telur yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan siklus menstruasi. Bahkan, mempercepat masa menopause serta memperburuk tampilan fisik perempuan, seperti tekstur kulit, suara, dan binaran mata.
"Selain itu, merokok juga menghambat pertumbuhan janin. Perempuan yang merokok juga berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah, sesudah itu pertumbuhannya juga akan terganggu," katanya.
Hal itu, menurut Menteri Kesehatan, akan menghambat tujuan pemerintah mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs), yaitu menurunkan angka kematian ibu.
Oleh karena itu, dia menjelaskan, pemerintah bersama komponen bangsa yang lain berusaha mengendalikan dampak penggunaan tembakau.
Usaha itu, kata dia, antara lain dilakukan dengan membuat regulasi dan menerapkan kebijakan pengendalian dampak tembakau.
"Sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur pengamanan produk yang mengandung zat adiktif termasuk tembakau," katanya.
Pemerintah, kata dia, juga mendorong penerapan kebijakan kawasan tanpa asap rokok. "Sekarang ini sudah ada 18 kabupaten/kota yang menerapkan peraturan daerah tentang kawasan tanpa asap rokok," demikian Menteri Kesehatan.
Disebutkan, jumlah perempuan perokok yang tahun 1995 hanya 1,7 persen, sudah meningkat menjadi 5,06 persen pada 2007. Menurut Menteri Kesehatan, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau yang dari waktu ke waktu kian agresif.
Secara terpisah, pegiat lembaga swadaya masyarakat Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) Fuad Baradja mengatakan, industri rokok menggunakan trik-trik khusus untuk menarik kaum perempuan mengisap rokok.
Melalui iklan-iklan produk mereka, dia menjelaskan, industri rokok menyampaikan informasi yang menyesatkan tentang rokok. "Dibikin iklan dengan figur-figur yang terlihat keren yang kemudian membuat orang menganggap merokok sebagai hal yang keren. Mereka juga pakai kata-kata milddan low tar, seolah rokok-rokok itu dampaknya lebih ringan dari rokok yang lain, padahal kenyataannya tidak demikian," katanya.
Iklan-iklan semacam itu, menurut dia, ikut memberikan kontribusi terhadap perubahan pandangan masyarakat terhadap perempuan yang merokok. "Dulu perempuan yang merokok dianggap nakal dan liar. Pelan-pelan pandangan itu berubah, tidak sekuat dulu, sehingga para perempuan tidak lagi merasa malu kalau merokok, bahkan sebaliknya, merasa keren," katanya.
Padahal, kebiasaan merokok sudah terbukti menimbulkan banyak gangguan kesehatan, membuat beban biaya kesehatan meningkat. Asap rokok yang dihirup seorang perokok mengandung komponen gas seperti karbon monoksida, karbon dioksida, hidrogen sianida, dan amoniak.
Selain itu, ada juga oksida dari nitrogen dan senyawa hidrokarbon serta zat kimia yang berbahaya termasuk tar, nikotin, benzopiren, fenol, dan kadmium. Gas dan partikel dalam asap rokok penyakit obstruksi paru menahun (POPM), seperti emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.
Kebiasaan merokok juga menjadi penyebab utama terjadinya kanker paru-paru karena partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen.
Bahan-bahan kimia dalam rokok, kata dokter spesialis kandungan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Tricia Dewi Anggraeni, menimbulkan gangguan pada organ reproduksi perempuan.
"Rokok meningkatkan risiko terhambatnya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan melahirkan bayi hidup," katanya. Merokok, ia melanjutkan, juga menghambat pematangan sel telur yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan siklus menstruasi. Bahkan, mempercepat masa menopause serta memperburuk tampilan fisik perempuan, seperti tekstur kulit, suara, dan binaran mata.
"Selain itu, merokok juga menghambat pertumbuhan janin. Perempuan yang merokok juga berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah, sesudah itu pertumbuhannya juga akan terganggu," katanya.
Hal itu, menurut Menteri Kesehatan, akan menghambat tujuan pemerintah mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs), yaitu menurunkan angka kematian ibu.
Oleh karena itu, dia menjelaskan, pemerintah bersama komponen bangsa yang lain berusaha mengendalikan dampak penggunaan tembakau.
Usaha itu, kata dia, antara lain dilakukan dengan membuat regulasi dan menerapkan kebijakan pengendalian dampak tembakau.
"Sudah ada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatur pengamanan produk yang mengandung zat adiktif termasuk tembakau," katanya.
Pemerintah, kata dia, juga mendorong penerapan kebijakan kawasan tanpa asap rokok. "Sekarang ini sudah ada 18 kabupaten/kota yang menerapkan peraturan daerah tentang kawasan tanpa asap rokok," demikian Menteri Kesehatan.
Perempuan dan Bahaya Rokok
Kompas.com - Jumlah perokok Indonesia sekitar 60 juta dan jumlah perokok perempuan di perkirakan 2,1 juta. Sejauh ini memang lebih banyak pria, tapi tiap tahun jumlah perokok wanita terus meningkat.
Prevalensi jumlah perokok perempuan pada tahun 2001 adalah 1,3 persen dan naik menjadi 4,5 persen pada tahun 2004, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 dalam Fakta Tembakau Indonesia. Tahun ini diperkirakan 5 persen perempuan di Indonesia yang merokok.
Makin tingginya jumlah wanita perokok tentu memprihatikan. Menurut Menteri Kesehatan, Endah Rahayu, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau. Karena itu tema peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia tahun ini mengambil tema Perempuan dan Masalah Merokok.
Selain menjadi perokok aktif, ternyata jauh lebih banyak wanita yang menjadi perokok pasif. Diperkirakan 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonsia terpapar asap rokok. Hal ini terjadi karena 91 persen perokok merokok di rumah, tidak jauh dari istri dan anak-anak. Padahal, bahaya perokok pasif sama dengan perokok aktif.
Seorang wanita akan menjadi calon ibu. Bayi yang lahir dari ibu perokok beresiko mengalami cacat janin, berat badan lahir rendah, bahkan gangguan jiwa. Rokok mengandung ribuan racun yang dapat mengancam keselamatan janin, karena itu ibu yang merokok saat hamil sama dengan meracuni janin dengan sengaja.
Merokok juga menjadi pemicu berbagai penyakit, seperti kanker paru, kanker mulut rahim, serangan jantung, atau asma. Penelitian menunjukkan, wanita perokok yang menggunakan pil KB beresiko terkena serangan jantung, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah 10 kali lebih besar dari yang bukan perokok.
Kebiasaan merokok kerap disepelekan, padahal bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat nyata. Oleh karena itu, kini saatnya untuk keluar dari jeratan asap, baik sebagai perokok aktif juga pasif.
Prevalensi jumlah perokok perempuan pada tahun 2001 adalah 1,3 persen dan naik menjadi 4,5 persen pada tahun 2004, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 dalam Fakta Tembakau Indonesia. Tahun ini diperkirakan 5 persen perempuan di Indonesia yang merokok.
Makin tingginya jumlah wanita perokok tentu memprihatikan. Menurut Menteri Kesehatan, Endah Rahayu, hal itu disebabkan antara lain oleh kampanye pencitraan dari industri tembakau. Karena itu tema peringatan Hari Anti Tembakau Sedunia tahun ini mengambil tema Perempuan dan Masalah Merokok.
Selain menjadi perokok aktif, ternyata jauh lebih banyak wanita yang menjadi perokok pasif. Diperkirakan 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonsia terpapar asap rokok. Hal ini terjadi karena 91 persen perokok merokok di rumah, tidak jauh dari istri dan anak-anak. Padahal, bahaya perokok pasif sama dengan perokok aktif.
Seorang wanita akan menjadi calon ibu. Bayi yang lahir dari ibu perokok beresiko mengalami cacat janin, berat badan lahir rendah, bahkan gangguan jiwa. Rokok mengandung ribuan racun yang dapat mengancam keselamatan janin, karena itu ibu yang merokok saat hamil sama dengan meracuni janin dengan sengaja.
Merokok juga menjadi pemicu berbagai penyakit, seperti kanker paru, kanker mulut rahim, serangan jantung, atau asma. Penelitian menunjukkan, wanita perokok yang menggunakan pil KB beresiko terkena serangan jantung, stroke, dan penyumbatan pembuluh darah 10 kali lebih besar dari yang bukan perokok.
Kebiasaan merokok kerap disepelekan, padahal bahaya yang ditimbulkan oleh rokok sangat nyata. Oleh karena itu, kini saatnya untuk keluar dari jeratan asap, baik sebagai perokok aktif juga pasif.
Berantas Pungutan Liar di Sekolah
Praktis bulan-bulan ini para orang tua sangat sibuk dan tentunya banyak pikiran. Betapa tidak, hari-hari yang semestinya diisi dengan rekreasi atau bersantai bersama keluarga disebabkan liburan panjang tapi malah sebaliknya. Para orang tua dipusingkan dengan berbagai masalah menyangkut pendidikan anak mereka. Karena menjelang tahun ajaran baru, para orang tua mempersiapkan anaknya guna melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Setelah berkutat dengan masalah kebutuhan buku baru bagi si anak, para orang tua berhadapan dengan sekolah yang kadang suka seenaknya memungut biaya segala macam kepada calaon sisiwa. Otomatis orang tua semakin terbebani dengan hal ini. Padahal pemerintah sudah membebaskan segala macam biaya bagi calon siswa. Namun masih saja ada sekolah yang tetap bandel memungut biaya sana-sini dengan berbagai alalsan.
Dengan banyaknya kasus pungutan liar di sekolah-sekolah menambah panjang deretan cerita carut-marut dunia pendidikan di Indonesia. Untuk kesekian kalinya wajah pendidikan kita dibuat bopeng oleh para oknum sekolah yang tidak bertanggung jawab. Logikanya, jika sekolah yang nota bene adalah tempat para generasi muda ditempa sudah tidak steril dengan tindakan-tindakan tidak terpuji para oknum, maka jangan salahkan siapa-siapa jika hasil didikannya juga tidak jauh dari tempat ia dididik (sekolah). Virus-virus seperti pungutan liar di sekolah harus segera diberantas jika kita ingin melihat pendidikan di Indonesia ini mampu menjadi alat pembebasan; pembebasan dari kebodohan dan kemiskinan akal budi.
Dalam dunia yang matrealistik seperti sekarang ini, logika materi (uang) menjadi tolak ukur. Tak terkecuali dunia pendidikan. Kondisi seperti ini menjadikan, seperti yang diutarakan oleh Yasraf A. Piliang(2004), logika pendidikan bertaut dengan logika kapitalisme. Hingga kemudian pendidikan menjelma menjadi mesin kapitalisme, yaitu mesin untuk mencari keuntungan. Pola pikir seperti inilah yang harus kita hilangkan dari para penyelenggara pendidikan. Jika pendidikan sudah dimaknai sebagai transaksi layaknya jual beli (ada barang ada uang), maka pendidikan semacam ini hanya mampu dinikmati oleh segelintir orang yang berduit tebal. Ditambah lagi pendidkan itu sendiri sudah kehilangan ruhnya sebagai alat pembebasan.
Pemerintah dalam hal ini tidak hanya sebatas memberi himbauan kepada pihak sekolah agar tidak melakukan pungutan liar. Karena betapaun, hal-hal yang menyangkut dengan pendidikan harus dijaga dan diawasi dengan ketat. Oknum sekolah yang nakal harus ditindak dengan tegas, bila perlu pihak yang terkait meliputi kepala sekolah hingga bagian administrasi dipecat. Pemerintah juga harus mampu mensosialisasikan segala kebijakan termasuk ditiadakannya pungutan bagi siswa-siswa baru kepada para masyarakat khususnya orang tua yang akan memasukkan anaknya ke sekolah. Diharapkan para orang tua juga jangan segan-segan untuk melapor ke dinas terkait guna memberantas pungutan-pungutan liar yang sering terjadi menjelang tahun ajaran baru.
Tentunya semua upaya dari segenap pihak yang masih ingin melihat pendidikan kita tetap eksis dengan nilai-nilai luhurnya, harus benar-benar tepat sasaran, yaitu menata sistem birokrasi pendidikan kita. Kesadaran akan sebuah pendidikan yang bermutu tanpa harus, disisi lain, memberatkan masyarakat dengan berbagai biaya yang hanya membuat suram pendidikan kita. Kalau bukan sekarang kita membenahi birokrasi pendidikan di Indonesia, lalu sampai kapan kita bertahan dengan kebobrokan ini?
Setelah berkutat dengan masalah kebutuhan buku baru bagi si anak, para orang tua berhadapan dengan sekolah yang kadang suka seenaknya memungut biaya segala macam kepada calaon sisiwa. Otomatis orang tua semakin terbebani dengan hal ini. Padahal pemerintah sudah membebaskan segala macam biaya bagi calon siswa. Namun masih saja ada sekolah yang tetap bandel memungut biaya sana-sini dengan berbagai alalsan.
Dengan banyaknya kasus pungutan liar di sekolah-sekolah menambah panjang deretan cerita carut-marut dunia pendidikan di Indonesia. Untuk kesekian kalinya wajah pendidikan kita dibuat bopeng oleh para oknum sekolah yang tidak bertanggung jawab. Logikanya, jika sekolah yang nota bene adalah tempat para generasi muda ditempa sudah tidak steril dengan tindakan-tindakan tidak terpuji para oknum, maka jangan salahkan siapa-siapa jika hasil didikannya juga tidak jauh dari tempat ia dididik (sekolah). Virus-virus seperti pungutan liar di sekolah harus segera diberantas jika kita ingin melihat pendidikan di Indonesia ini mampu menjadi alat pembebasan; pembebasan dari kebodohan dan kemiskinan akal budi.
Dalam dunia yang matrealistik seperti sekarang ini, logika materi (uang) menjadi tolak ukur. Tak terkecuali dunia pendidikan. Kondisi seperti ini menjadikan, seperti yang diutarakan oleh Yasraf A. Piliang(2004), logika pendidikan bertaut dengan logika kapitalisme. Hingga kemudian pendidikan menjelma menjadi mesin kapitalisme, yaitu mesin untuk mencari keuntungan. Pola pikir seperti inilah yang harus kita hilangkan dari para penyelenggara pendidikan. Jika pendidikan sudah dimaknai sebagai transaksi layaknya jual beli (ada barang ada uang), maka pendidikan semacam ini hanya mampu dinikmati oleh segelintir orang yang berduit tebal. Ditambah lagi pendidkan itu sendiri sudah kehilangan ruhnya sebagai alat pembebasan.
Pemerintah dalam hal ini tidak hanya sebatas memberi himbauan kepada pihak sekolah agar tidak melakukan pungutan liar. Karena betapaun, hal-hal yang menyangkut dengan pendidikan harus dijaga dan diawasi dengan ketat. Oknum sekolah yang nakal harus ditindak dengan tegas, bila perlu pihak yang terkait meliputi kepala sekolah hingga bagian administrasi dipecat. Pemerintah juga harus mampu mensosialisasikan segala kebijakan termasuk ditiadakannya pungutan bagi siswa-siswa baru kepada para masyarakat khususnya orang tua yang akan memasukkan anaknya ke sekolah. Diharapkan para orang tua juga jangan segan-segan untuk melapor ke dinas terkait guna memberantas pungutan-pungutan liar yang sering terjadi menjelang tahun ajaran baru.
Tentunya semua upaya dari segenap pihak yang masih ingin melihat pendidikan kita tetap eksis dengan nilai-nilai luhurnya, harus benar-benar tepat sasaran, yaitu menata sistem birokrasi pendidikan kita. Kesadaran akan sebuah pendidikan yang bermutu tanpa harus, disisi lain, memberatkan masyarakat dengan berbagai biaya yang hanya membuat suram pendidikan kita. Kalau bukan sekarang kita membenahi birokrasi pendidikan di Indonesia, lalu sampai kapan kita bertahan dengan kebobrokan ini?
Menanti Kesaksian dari Kampus
Di tengah kebingungan para mahasiswa yang akan menyelesaikan masa belajar mereka di kampus demi untuk menghadapi sebuah masa depan yang penuh persaingan hidup, tuntutan yang sangat berlebihan dari masyarakat tertumpuk di benak para mahasiswa hingga menjadi beban yang sangat menghantui setiap bayang-bayang langkah para penerus bangsa ini. Tidak ditanya lagi begitu banyak mahasiswa yang gelisah akan masa depannya. Mereka harus memikirkan apa yang akan mereka perbuat setelah menamatkan kuliah mereka. Belum lagi banyaknya kendala sebelum diwisuda, keterlambatan nilai sampai banyaknya mata kuliah yang harus mengulang serta skripsi tak kunjung di kabulkan hingga jika kemalasan menghinggapi mahasiswa yang bersangkutan, maka tidak ayal lagi skripsinya akan terbengkalai dan berpengaruh terhadap kelulusannya.
Ternyata menjadi mahasiswa tidak semudah yang dibayangkan sewakatu kita di sekolah menengah. Bagi mahasiswa yang yang bertanggung jawab, jam kuliah yang longgar tidak berarti mahasiswa dapat bersenang seenak udelnya karena akan begitu banyak waktu yang dapat dimanfaatkan untuk hal-hal positif, tentu jika kita sadar bahwa masa muda itu sangat berharga. Ditengah meningkatnya penghargaan masyrakat terhadap gelar akademik, yang pada dekade 70-80 an seorang yang berhasil menamatkan sekolah menengah sangat dihargai begitu juga ketika mencari pekerjaan tidak begitu sulit. Memasuki awal 90 an sampai awal 2000, penghargaan masyarakat naik satu tingkat ke level sarjana strata satu. Akan tetapi memasuki milenium ke tiga tamatan S1 overload hingga tidak jarang kita mendengar banyak sarjana pengganguran, Maka srata 2 hingga strata 3 pun sekarang lebih dihargai. Itupun tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi pada tamatan SMU serta S1 akan terjadi juga pada tamatan S2 dan S3.
Ditengah ketatnya persaingan, mereka yang memiliki kompetensi tentu akan bertahan. Akan tetapi yang paling penting dalah bagaimana para mahasisa ini dapat berperan akti di tengah masyarakat, khusunya mereka yang akan kembali ke daerah asal. Melihat begitu banyak sisi kehidupan di Indonesia yang membuthkan sentuhan-sentuhan dari orang-orang yang sangat berkompeten. Indonesia yang sedang sedang sakit sangat membutkan dokter serta resep yang manjur yang ditawarkannya. Sebut saja, ketidak stabilan ekonomi Indonesia, taraf hidup yang masih rendah, kerusakan alam, pendidikan yang carut marut, sampai perpolitikin yang hanya berisikan perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi.
Maka jangan salahkan siapa-siapa jika akhir-akhir ini banyak musibah menimpa kita. Bencana yang diakibatkan oleh kita yang kurang menghargai alam, kurangnya keinginan yang kuat dalam mewujudkan kehidupan berbangsa yang harmonis berlandaskan toleransi dan tepaselira. jika sudah tidak ada lagi yang mampu mengurus bangsa ini, sangat dibutuhkan sosok-sosok yang lebih arif, terpelajar, Disinilah mahasiwa diuji kepekaannya terhadap lingkungan serta bangsanya.
Sudahkah mahasiswa benar-benar sadar akan tanggung jawabnya terhadap masyarakat serta bangsanya? Setidaknya kita belum melihat itu semua jika kita mencermati kampus kita. Atau mungkin kita sebagai mahasiswa, belum terbangun dari tidur panjang sehingga ketika kita terbangun, maka semuanya sudah terlambat dan di akhiri dengan penyesalan.
Ternyata menjadi mahasiswa tidak semudah yang dibayangkan sewakatu kita di sekolah menengah. Bagi mahasiswa yang yang bertanggung jawab, jam kuliah yang longgar tidak berarti mahasiswa dapat bersenang seenak udelnya karena akan begitu banyak waktu yang dapat dimanfaatkan untuk hal-hal positif, tentu jika kita sadar bahwa masa muda itu sangat berharga. Ditengah meningkatnya penghargaan masyrakat terhadap gelar akademik, yang pada dekade 70-80 an seorang yang berhasil menamatkan sekolah menengah sangat dihargai begitu juga ketika mencari pekerjaan tidak begitu sulit. Memasuki awal 90 an sampai awal 2000, penghargaan masyarakat naik satu tingkat ke level sarjana strata satu. Akan tetapi memasuki milenium ke tiga tamatan S1 overload hingga tidak jarang kita mendengar banyak sarjana pengganguran, Maka srata 2 hingga strata 3 pun sekarang lebih dihargai. Itupun tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi pada tamatan SMU serta S1 akan terjadi juga pada tamatan S2 dan S3.
Ditengah ketatnya persaingan, mereka yang memiliki kompetensi tentu akan bertahan. Akan tetapi yang paling penting dalah bagaimana para mahasisa ini dapat berperan akti di tengah masyarakat, khusunya mereka yang akan kembali ke daerah asal. Melihat begitu banyak sisi kehidupan di Indonesia yang membuthkan sentuhan-sentuhan dari orang-orang yang sangat berkompeten. Indonesia yang sedang sedang sakit sangat membutkan dokter serta resep yang manjur yang ditawarkannya. Sebut saja, ketidak stabilan ekonomi Indonesia, taraf hidup yang masih rendah, kerusakan alam, pendidikan yang carut marut, sampai perpolitikin yang hanya berisikan perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi.
Maka jangan salahkan siapa-siapa jika akhir-akhir ini banyak musibah menimpa kita. Bencana yang diakibatkan oleh kita yang kurang menghargai alam, kurangnya keinginan yang kuat dalam mewujudkan kehidupan berbangsa yang harmonis berlandaskan toleransi dan tepaselira. jika sudah tidak ada lagi yang mampu mengurus bangsa ini, sangat dibutuhkan sosok-sosok yang lebih arif, terpelajar, Disinilah mahasiwa diuji kepekaannya terhadap lingkungan serta bangsanya.
Sudahkah mahasiswa benar-benar sadar akan tanggung jawabnya terhadap masyarakat serta bangsanya? Setidaknya kita belum melihat itu semua jika kita mencermati kampus kita. Atau mungkin kita sebagai mahasiswa, belum terbangun dari tidur panjang sehingga ketika kita terbangun, maka semuanya sudah terlambat dan di akhiri dengan penyesalan.
Selembar Kain Sang Putri
Perhelatan putri Indonesia 2009 telah berlangsung semarak pekan lalu. Sebuah program tahunan yang bertujuan untuk mencari duta-duta bangsa yang diharapkan menunjukan sebuah kesempurnaan perempuan yang diibaratkan seperti seorang “Putri”. Dengan mewakili setiap daerah di Indonesia, para kontestan Putri Indonesia berlaga di “panggung kerajaan”.
Tahun ini, putri dari daerah paling barat Indonesia berhasil meraih predikat sebagai “Putri Indonesia 2009”. Ada yang membuatqu cukup terhenyak ketika mendengar statement dari sang Putri, bahwa dia menanggalkan jilbabnya untuk mengikuti kontes itu. Adalah seorang Qory- putri kelahiran Jakarta 18 tahun yang lalu dan besar di Nanggroe Aceh Darussalam, yang kini bertahtakan mahkota putri Indonesia itu. Mungkin merasa terbayar dengan kemenangannya sebagai putri Indonesia, sang putri dengan bangga menyatakan bahwa dia melepas jilbab karena rambutnya Indah dan sesuatu yang indah itu tak perlu ditutup-tutupi. Rupanya bagi sang putri kita ini, kerudung hanyalah selembar kain yang hanya akan menutupi keindahan yang dianugerahkan oleh Tuhan.
Hemh…, kalau kita berfikir, memang bagian mana sih dari tubuh kita yang tidak indah??? Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua diciptakanNya dengan sebaik-baiknya bentuk. Sampe lubang hidung yang mungkin Cuma berisi upil-upilkita yang bau (he3), itu juga punya nilai keindahan tersendiri. Kemudian bagaimana kita memaknai keindahan dan fungsi pakaian itu???
Keindahan adalah sebuah anugerah dan nikmat dari Tuhan. Namun apakah keindahan itu untuk dipamerkan dan diperlihatkan? Keindahan adalah sebuah hal yang kita diberi tanggungjawab untuk menjaganya. Tidak semua keindahan bersifat common dan bisa dinikmati oleh semua orang. Kemudian apa fungsi pakaian???
Fungsi dasar dari pakaian adalah kebutuhan kita,bahwa manusia memliki privasi (aurat) dan rasa malu yang harus dilindungi. Sama saja dengan fungsi bank yang melindungi harta kita dengan menyimpannya disana. Tubuh juga adalah harta kita yang harus dijaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya. Kita punya uang saja ditaro di dompet, masa kita punya aurat nggak disimpen di pakaian sieh?
Kalau menurut pendapat temanku, kontes Putri Indonesia dan Putri-putri lainnya memang sebatas kontes kecantikan, tidak lebih dari itu. Objek yang dinilai hanyalah kecantikan, bukan lagi kecerdasan, apalagi kepribadian.
Tahun ini, putri dari daerah paling barat Indonesia berhasil meraih predikat sebagai “Putri Indonesia 2009”. Ada yang membuatqu cukup terhenyak ketika mendengar statement dari sang Putri, bahwa dia menanggalkan jilbabnya untuk mengikuti kontes itu. Adalah seorang Qory- putri kelahiran Jakarta 18 tahun yang lalu dan besar di Nanggroe Aceh Darussalam, yang kini bertahtakan mahkota putri Indonesia itu. Mungkin merasa terbayar dengan kemenangannya sebagai putri Indonesia, sang putri dengan bangga menyatakan bahwa dia melepas jilbab karena rambutnya Indah dan sesuatu yang indah itu tak perlu ditutup-tutupi. Rupanya bagi sang putri kita ini, kerudung hanyalah selembar kain yang hanya akan menutupi keindahan yang dianugerahkan oleh Tuhan.
Hemh…, kalau kita berfikir, memang bagian mana sih dari tubuh kita yang tidak indah??? Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua diciptakanNya dengan sebaik-baiknya bentuk. Sampe lubang hidung yang mungkin Cuma berisi upil-upilkita yang bau (he3), itu juga punya nilai keindahan tersendiri. Kemudian bagaimana kita memaknai keindahan dan fungsi pakaian itu???
Keindahan adalah sebuah anugerah dan nikmat dari Tuhan. Namun apakah keindahan itu untuk dipamerkan dan diperlihatkan? Keindahan adalah sebuah hal yang kita diberi tanggungjawab untuk menjaganya. Tidak semua keindahan bersifat common dan bisa dinikmati oleh semua orang. Kemudian apa fungsi pakaian???
Fungsi dasar dari pakaian adalah kebutuhan kita,bahwa manusia memliki privasi (aurat) dan rasa malu yang harus dilindungi. Sama saja dengan fungsi bank yang melindungi harta kita dengan menyimpannya disana. Tubuh juga adalah harta kita yang harus dijaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya. Kita punya uang saja ditaro di dompet, masa kita punya aurat nggak disimpen di pakaian sieh?
Kalau menurut pendapat temanku, kontes Putri Indonesia dan Putri-putri lainnya memang sebatas kontes kecantikan, tidak lebih dari itu. Objek yang dinilai hanyalah kecantikan, bukan lagi kecerdasan, apalagi kepribadian.
Kemiskinan Struktural
Sebuah wacana yang tidak habis-habisnya dibicarakan, kemiskinan. Kemiskinan menjadi momok menakutakan para negarawan, pemikir hingga aktivis akar rumput. Walaupun kemiskinan itu sendiri bukan hal baru di dunia ini. Ditengah derasnya modernisasi teknologi, ideologi, sistem ekonomi dan politik ternyata tidak serta merta menghilangkan penyakit kronis yang bernama kemiskinan. Kemiskinan tidak timbul dengan sendirinya tanpa variabel yang berkaitan dan mempengaruhinya. Ada asap pasti ada api. Begitu juga kemiskinan, di mana kita harus bersama-sama mencari penyebab kemiskinan struktural dengan melihat variabel-variabel yang mempengaruhinya.
Pesatnya pertumbuhan industrialisasi di berbagai sektor, secara akal sehat seharusnya mampu mengangkat perekonomian rakyat sehingga eksesnya adalah kemakmuran. Akan tetapi alih-alih menjadi sejahtera, pertumbuhan angka kemiskinan meningkat pesat. Busung lapar dimanan-mana. Putus sekolah menjadi sarapan pagi. Pengemis, anak jalanan hingga gelandangan menjadi secercah sisipan di pemandangan kota. Semua itu menjadi sebuah keseharian bangsa yang dalam konsitusinya jelas-jelas menetapkan orang-orang miskin dan anak jalanan menjadi tanggungan negara.
Mungki negara bisa berbangga dengan menunjukan angka-angka statistik yang mengindikasikan penurunan angka kemiskinan tiap tahunnya. Tapi perlu diketahui, kemiskian tidak bisa hanya berkutat disekitar statistik GDP yang sangat rigid. Kehidupan manusia yang menyangkut hidup-mati serta masa depan seseorang hanya di ukur melalui statistik yang tidak mungkin bisa mengikuti fluktuasi angka kemiskinanan di Indonesia. Sebab kemiskinan vis versa, bukan hal yang tetap. Tapi menjadi sanagat fluktuatif dalam ukuran hari. Ditengah keadaaan ekonomi yang sanagt tidak menentu seperti sekarang ini hal semacam itu sangat mungkin terjadi.
Namun, pemerintah dalam hal ini harus mampu menyentuh aspek-aspek sosiologis maupun antroplogis, bukan matematis. Pemerintah harus memulai dengan pendekatan struktural dalam hal pengentasan kemiskinan. Bukan sebaliknya menciptakan kemiskinan struktural. Pendekatan dengan melihat strata sosial yang berlaku di masyarakat tertentu bisa dilakukan oleh pemerintah. Tentunya pendekatan di satu daerah yang sangat kuat menonjolkan status soial akan berbeda dengan pendekatan yang harus dilakukan pada daerah urban atau sub-urban yang memang disekelilingnya sudah tersentuh arus modernitas.
Dikalanghan masyarakat yang sangat kental akan pola struktur sosial top-down yang tradisional, yang mana strata sosial paling bawah akan cenderung berkubang dengan masalah kemiskinan, dapat dilakukan dengan pendampingan keluarga miskin agar mereka dapat tersugesti bahwasanya kemiskinan bukan nasib yang harus diterima sampai mati. Memberikan akses usaha atau kolempencapir yang pernah sukes di zaman orde baru, bisa menjadi alternatif pada masyarakat model ini.
Sebaliknya, pada msyarakat urban atau sub-urban, pemerintah bisa memberi penyuluhan, akses terhadap fasilitas disekelilingnya yang memang sangat jarang mereka nikmati seperti sekolah gratis atau menyediakan tempat usaha yang reperesentatif tanpa harus takut digusur oleh pemerintah sendiri. Pemerintah juga harus memberi mereka kesempatan menikmati derasnya modernitas yang sedang booming disekitarnya.
Pesatnya pertumbuhan industrialisasi di berbagai sektor, secara akal sehat seharusnya mampu mengangkat perekonomian rakyat sehingga eksesnya adalah kemakmuran. Akan tetapi alih-alih menjadi sejahtera, pertumbuhan angka kemiskinan meningkat pesat. Busung lapar dimanan-mana. Putus sekolah menjadi sarapan pagi. Pengemis, anak jalanan hingga gelandangan menjadi secercah sisipan di pemandangan kota. Semua itu menjadi sebuah keseharian bangsa yang dalam konsitusinya jelas-jelas menetapkan orang-orang miskin dan anak jalanan menjadi tanggungan negara.
Mungki negara bisa berbangga dengan menunjukan angka-angka statistik yang mengindikasikan penurunan angka kemiskinan tiap tahunnya. Tapi perlu diketahui, kemiskian tidak bisa hanya berkutat disekitar statistik GDP yang sangat rigid. Kehidupan manusia yang menyangkut hidup-mati serta masa depan seseorang hanya di ukur melalui statistik yang tidak mungkin bisa mengikuti fluktuasi angka kemiskinanan di Indonesia. Sebab kemiskinan vis versa, bukan hal yang tetap. Tapi menjadi sanagat fluktuatif dalam ukuran hari. Ditengah keadaaan ekonomi yang sanagt tidak menentu seperti sekarang ini hal semacam itu sangat mungkin terjadi.
Namun, pemerintah dalam hal ini harus mampu menyentuh aspek-aspek sosiologis maupun antroplogis, bukan matematis. Pemerintah harus memulai dengan pendekatan struktural dalam hal pengentasan kemiskinan. Bukan sebaliknya menciptakan kemiskinan struktural. Pendekatan dengan melihat strata sosial yang berlaku di masyarakat tertentu bisa dilakukan oleh pemerintah. Tentunya pendekatan di satu daerah yang sangat kuat menonjolkan status soial akan berbeda dengan pendekatan yang harus dilakukan pada daerah urban atau sub-urban yang memang disekelilingnya sudah tersentuh arus modernitas.
Dikalanghan masyarakat yang sangat kental akan pola struktur sosial top-down yang tradisional, yang mana strata sosial paling bawah akan cenderung berkubang dengan masalah kemiskinan, dapat dilakukan dengan pendampingan keluarga miskin agar mereka dapat tersugesti bahwasanya kemiskinan bukan nasib yang harus diterima sampai mati. Memberikan akses usaha atau kolempencapir yang pernah sukes di zaman orde baru, bisa menjadi alternatif pada masyarakat model ini.
Sebaliknya, pada msyarakat urban atau sub-urban, pemerintah bisa memberi penyuluhan, akses terhadap fasilitas disekelilingnya yang memang sangat jarang mereka nikmati seperti sekolah gratis atau menyediakan tempat usaha yang reperesentatif tanpa harus takut digusur oleh pemerintah sendiri. Pemerintah juga harus memberi mereka kesempatan menikmati derasnya modernitas yang sedang booming disekitarnya.
Buruh Migran: Permasalahan Tanpa Akhir?
Ketika Negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, maka eksesnya adalah rakyat berburu lapangan kerja ke negeri seberang. Itulah hal yang dilakukan oleh para tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ditengah himpitan ekonomi dan membludaknya kebutuhan hidup, para buruh migran ini berbondong-bondong mencari nafkah di negeri orang. Namun, dengan tingkat pendidikan yang rendah serta minimya pelatihan ketenagakerjaan yang didapat oleh para buruh migran ini, menjadikan mereka hanya dapat mengisi ruang-ruang yang tidak begitu mengandalkan pendidikan, seperti pembantu rumah tangga dan buruh kasar. Belum lagi banyaknya perusahaan penyalur tenaga kerja yang bak jamur di musim kemarau, serta lemahnya aturan hukum yang mengatur masalah ketenagakerjaan, menjadikan kontrol pemerintah tidak maksimal. Jika ada penyelewengan yang dilakukan oleh para agen dari perusahaan penyalur, otomatis akan sulit terdeteksi oleh penegak hukum. Ditambah banyaknya perusahaan penyalur tenaga kerja yang statusnya ilegal, membuahkan saluran-saluran penyelewengan dan penyalahan prosedur pengriman tenaga kerja semakin meluas dan sulit teratasi.
Itu baru beberapa masalah di tanah air yang dihadapi dalam belantara masalah buruh migran. Di negara tujuan, yaitu ketika mereka menginjakkan kaki mereka di negeri orang sampai proses penempatan ditambah lagi ketika mereka telah masuk dalam rumah majikan alias kerja menjadi pembantu rumah tangga, mereka harus beradaptasi dengan keluarga bahkan sampai suasana kehidupan di negara tersebut. Dan kebanyakan dari para buruh migran ini memang datang ke negara tujuan untuk menjadi pembantu rumah tangga yang berarti mereka harus berada di ruang privat bukan ruang publik. Karena berada diruang privat sang majikan, mereka cenderung rentan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh sang majikan.
Negara, yang seharusnya sangat bertanggung jawab atas buruh migran ini tidak mampu memberikan perangkat hukum yang kuat yang dapat melindungi hak-hak pekerja migran baik selama masih di Indonesia maupun di negara penerima. Terlihat jelas dengan tidak adanya usaha-usaha pemerintah dalam melakukan perjanjian bilateral dengan negara tujuan dalam hal melindungi hak-hak buruh. Disana pula terlihat possisi tawar Indonesia dihadapan negara lain sangat lemah. Disamping, konvensi internasional tidak begitu ampuh mengatur permasalah buruh migran, tampak dari tidak adanya usaha-usaha mengatur permasalahn tenaga kerja ditigkat internasional seperti di PBB, membuat pemerintah harus bekerja keras menjalankan kewajiban konstitusionalnya yaitu mengakomodasi rakyat dimanapun mereka berada.
Dengan melihat begitu kompleks permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga kerja Indonesia ini, pemerintah harus mampu menjalankan kewajibannya terhadap rakyat khusunya buruh migran yang sudah banyak membantu negara dengan sumbangan devisanya. Pertama, pemerintah memperketat pengawasan terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja agar penyelewengan dapat dikurangi seminimal mungkin. Pemerintah dapat membuat undang-undang yang benar-benar melindungi hak-hak buruh serta mensosialisasikannya terhadap masyarakat luas khusunya para calon tenaga kerja dan para agen penyalur. Jika ada pihak yang tidak mentaatinya maka pemeritah harus menindak tegas para pelaku agar pelanggaran-pelanggaran semacam itu tidak meluas dan berlanjut. Kedua, pembekalan berupa training-training dan semacamnya terhadap calon tenaga kerja tetap intens dilakukan bekerja sama dengan perusahaan penyalur. Ketiga, pengawasan terhadap tenaga kerja harus tetap berjalan dari semenjak mereka diberangkatkan sampai mereka kembali lagi ke tanah air. Dalam hal ini kedutaan-keduataan di negara tujuan harus proaktif memberikan akomodasi terhadap tenaga kerja Indonesia bekerja sama dengan Deplu dan Depnaketrans. Keempat, pemerintah harus bekerja sama dengan pemerintah negara tujuan para buruh migran. Kesepakatan-kesepakat yang bersifat mengikat harus digalakkan dengan pemerintah negara tujuan melalui kerjasama bilateral. Kesepakatan-kesepakatan ini harus mampu menyentuh hak-hak dasar para tenaga kerja sebagai manusia, bukan sebagai budak yang bebas diperdagangkan dan tenaganya dimanfaatkan sesuka hati.
Akhirnya, ketika pemerintah sudah menganugrahi para tenaga kerja Indonesia sebagai pahlawan devisa, maka memberikan “penghargaan” kepada para pahlawan ini adalah sebuah konsekuensi logis yag harus diambil oleh pemerintah. Pengahargaan berupa perlindungan hak-hak para buruh migran sebagi pihak yang bejasa bagi negara dan keluarga.
Itu baru beberapa masalah di tanah air yang dihadapi dalam belantara masalah buruh migran. Di negara tujuan, yaitu ketika mereka menginjakkan kaki mereka di negeri orang sampai proses penempatan ditambah lagi ketika mereka telah masuk dalam rumah majikan alias kerja menjadi pembantu rumah tangga, mereka harus beradaptasi dengan keluarga bahkan sampai suasana kehidupan di negara tersebut. Dan kebanyakan dari para buruh migran ini memang datang ke negara tujuan untuk menjadi pembantu rumah tangga yang berarti mereka harus berada di ruang privat bukan ruang publik. Karena berada diruang privat sang majikan, mereka cenderung rentan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh sang majikan.
Negara, yang seharusnya sangat bertanggung jawab atas buruh migran ini tidak mampu memberikan perangkat hukum yang kuat yang dapat melindungi hak-hak pekerja migran baik selama masih di Indonesia maupun di negara penerima. Terlihat jelas dengan tidak adanya usaha-usaha pemerintah dalam melakukan perjanjian bilateral dengan negara tujuan dalam hal melindungi hak-hak buruh. Disana pula terlihat possisi tawar Indonesia dihadapan negara lain sangat lemah. Disamping, konvensi internasional tidak begitu ampuh mengatur permasalah buruh migran, tampak dari tidak adanya usaha-usaha mengatur permasalahn tenaga kerja ditigkat internasional seperti di PBB, membuat pemerintah harus bekerja keras menjalankan kewajiban konstitusionalnya yaitu mengakomodasi rakyat dimanapun mereka berada.
Dengan melihat begitu kompleks permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga kerja Indonesia ini, pemerintah harus mampu menjalankan kewajibannya terhadap rakyat khusunya buruh migran yang sudah banyak membantu negara dengan sumbangan devisanya. Pertama, pemerintah memperketat pengawasan terhadap perusahaan penyalur tenaga kerja agar penyelewengan dapat dikurangi seminimal mungkin. Pemerintah dapat membuat undang-undang yang benar-benar melindungi hak-hak buruh serta mensosialisasikannya terhadap masyarakat luas khusunya para calon tenaga kerja dan para agen penyalur. Jika ada pihak yang tidak mentaatinya maka pemeritah harus menindak tegas para pelaku agar pelanggaran-pelanggaran semacam itu tidak meluas dan berlanjut. Kedua, pembekalan berupa training-training dan semacamnya terhadap calon tenaga kerja tetap intens dilakukan bekerja sama dengan perusahaan penyalur. Ketiga, pengawasan terhadap tenaga kerja harus tetap berjalan dari semenjak mereka diberangkatkan sampai mereka kembali lagi ke tanah air. Dalam hal ini kedutaan-keduataan di negara tujuan harus proaktif memberikan akomodasi terhadap tenaga kerja Indonesia bekerja sama dengan Deplu dan Depnaketrans. Keempat, pemerintah harus bekerja sama dengan pemerintah negara tujuan para buruh migran. Kesepakatan-kesepakat yang bersifat mengikat harus digalakkan dengan pemerintah negara tujuan melalui kerjasama bilateral. Kesepakatan-kesepakatan ini harus mampu menyentuh hak-hak dasar para tenaga kerja sebagai manusia, bukan sebagai budak yang bebas diperdagangkan dan tenaganya dimanfaatkan sesuka hati.
Akhirnya, ketika pemerintah sudah menganugrahi para tenaga kerja Indonesia sebagai pahlawan devisa, maka memberikan “penghargaan” kepada para pahlawan ini adalah sebuah konsekuensi logis yag harus diambil oleh pemerintah. Pengahargaan berupa perlindungan hak-hak para buruh migran sebagi pihak yang bejasa bagi negara dan keluarga.
Generasi cinta kekerasan
Masyarakat Indonesia satu lagi dikejutkan oleh meninggalnya seorang bocah yang ditenggarai akibat dismackdown oleh temannya. Tak pelak lagi masyarakat kita langsung berang dengan keberadaan acara smackdown yang nyaris setiap malam ditayangkan oleh salah satu televisi swasta. Banyak kalangan menuntut tayangan yang berasal dari Paman Sam itu dicekal dan ditiadakan. Melihat begitu besar reaksi masyrakat akibat dari acara yang secara vulgar menontonkan adegan kekerasan tersebut (atau karena sudah jatuh korban) KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) langsung mencabut hak penyiaran atas tayangan smackdown tersebut.
Televisi, lagi-lagi menjadi sorotan khalayak, setelah berhasil mencuri perhatian para pemirsanya serta menyadarkan para orang tua bahwa tidak semua acara-acara televisi itu baik untuk ditonton khususnya oleh anak-anak. Keputusan KPI mencekal hak siar acara smackdown yang diproduksi oleh WWE (World Wrestling Entertaintment) itu banyak menuai apresiasi atas ketanggapannya mencabut hak siar acara tersebut. Akan tetapi apakah pencekalan terhadap acara tersebut serta merta akan menghilangkan atau paling tidak mengurangi tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak akibat dari pengaruh tayangan tersebut?
Sekiranya sudah waktunya kita lebih arif memilah-memilah acara-acara yang pantas untuk ditayangkan dan dikonsumsi khususnya oleh anak-anak. Tayangan-tayangan yang menghadirkan adegan kekerasan sebenarnya sudah sangat jamak terlihat pada televisi-televisi kita bahkan jauh sebelum acara smackdown ditayangkan. Sinetron-sinetron, bahakan yang berbau religius sekalipun, terkadang sangat kontras menampakkan adegan kekerasan. Bukan tidak bisa stasiun-stasiun telivisi mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan sepeti kasus tewasnya seorang bocah akibat ulah teman sebayanya yang meniru salah satu adegan kekerasan di televisi, tetapi lebih pada niatan untuk membangun generasi cinta damai tanpa terlalu terpaku pada sisi ekonomis dari tayangan yang disajikannya.
Dengan indikasi seperti itu, stasiun-stasiun televisi seharusnya lebih bijak menayangkan acara-acaranya. Akan tetapi, tidak adil kiranya jika kita hanya terlampau menyalahkan pada televisi yang menyiarkan acara-acara semacam itu. Sebaliknya, menjadi sebuah otokritik bagi orang tua agar lebih memperhatikan anak-anaknya khususnya dalam mendampingi mereka ketika menonton televisi. Karena seperti yang kita ketahui anak-anak sangat cepat menghafal serta meniru apa yang mereka lihat di televisi. Dengan pendampingan yang dilakukan orang tua akan dapat memfilter tayangan-tayangan yang disajikan, dengan menjelaskan tentang apa yang mereka tonton. Jadi, kebijakan orang tua sangat dibutuhkan dalam hal ini, tanpa harus mengekang kebebasan anak. Di satu sisi para penglola televisi menyajikan tayangan-tayangan yang bermutu dan mendidik, di sisi lain para orang tua selalu membimbing anak-anak ketika menonton televisi. Maka, akan terbangun sebuah hubungan mutualisme antara pengelola televisi dengan para pemirsanya tanpa harus acuh atas kepentingan masing-masing pihak.
Akhirnya, ini semua kembali pada diri kita masing-masing khususnya bagi para pengelola televisi sekaligus orang tua. Sudahkah kita memang berada dalam situasi ketidakpedulian atas perkembangan anak-anak kita sehingga dengan sendirinya terbangun generasi cinta kekerasan yang sangat tidak kita harapkan, atau sebaliknya, terbangunnya kesadaran akan kepedulian kita terhadap anak-anak kita sebagai generasi penerus perjuangan bangsa ini.
Televisi, lagi-lagi menjadi sorotan khalayak, setelah berhasil mencuri perhatian para pemirsanya serta menyadarkan para orang tua bahwa tidak semua acara-acara televisi itu baik untuk ditonton khususnya oleh anak-anak. Keputusan KPI mencekal hak siar acara smackdown yang diproduksi oleh WWE (World Wrestling Entertaintment) itu banyak menuai apresiasi atas ketanggapannya mencabut hak siar acara tersebut. Akan tetapi apakah pencekalan terhadap acara tersebut serta merta akan menghilangkan atau paling tidak mengurangi tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak akibat dari pengaruh tayangan tersebut?
Sekiranya sudah waktunya kita lebih arif memilah-memilah acara-acara yang pantas untuk ditayangkan dan dikonsumsi khususnya oleh anak-anak. Tayangan-tayangan yang menghadirkan adegan kekerasan sebenarnya sudah sangat jamak terlihat pada televisi-televisi kita bahkan jauh sebelum acara smackdown ditayangkan. Sinetron-sinetron, bahakan yang berbau religius sekalipun, terkadang sangat kontras menampakkan adegan kekerasan. Bukan tidak bisa stasiun-stasiun telivisi mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan sepeti kasus tewasnya seorang bocah akibat ulah teman sebayanya yang meniru salah satu adegan kekerasan di televisi, tetapi lebih pada niatan untuk membangun generasi cinta damai tanpa terlalu terpaku pada sisi ekonomis dari tayangan yang disajikannya.
Dengan indikasi seperti itu, stasiun-stasiun televisi seharusnya lebih bijak menayangkan acara-acaranya. Akan tetapi, tidak adil kiranya jika kita hanya terlampau menyalahkan pada televisi yang menyiarkan acara-acara semacam itu. Sebaliknya, menjadi sebuah otokritik bagi orang tua agar lebih memperhatikan anak-anaknya khususnya dalam mendampingi mereka ketika menonton televisi. Karena seperti yang kita ketahui anak-anak sangat cepat menghafal serta meniru apa yang mereka lihat di televisi. Dengan pendampingan yang dilakukan orang tua akan dapat memfilter tayangan-tayangan yang disajikan, dengan menjelaskan tentang apa yang mereka tonton. Jadi, kebijakan orang tua sangat dibutuhkan dalam hal ini, tanpa harus mengekang kebebasan anak. Di satu sisi para penglola televisi menyajikan tayangan-tayangan yang bermutu dan mendidik, di sisi lain para orang tua selalu membimbing anak-anak ketika menonton televisi. Maka, akan terbangun sebuah hubungan mutualisme antara pengelola televisi dengan para pemirsanya tanpa harus acuh atas kepentingan masing-masing pihak.
Akhirnya, ini semua kembali pada diri kita masing-masing khususnya bagi para pengelola televisi sekaligus orang tua. Sudahkah kita memang berada dalam situasi ketidakpedulian atas perkembangan anak-anak kita sehingga dengan sendirinya terbangun generasi cinta kekerasan yang sangat tidak kita harapkan, atau sebaliknya, terbangunnya kesadaran akan kepedulian kita terhadap anak-anak kita sebagai generasi penerus perjuangan bangsa ini.
Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila
Indoenesia adalah sebuah realita dengan Pancasila sebagai landasan berbangsa. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam sila-sila pancasila. Para pendiri bangsa menjadikan tiga abad lebih pengalaman kolonialisasi di Indonesia sebagai cermin dalam melihat masa depan bangsa Indonesia. Maka terciptalah pancasila sebagai landasan bangsa Indonesia dalam membangun masyarakat yang pancasilais. Masyarakat yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Masyarakat yang menjadikan pancasila sebagai landasan hidup ber-Indonesia.
Enam puluh dua tahun setelah Indonesia merdeka, kiranya sudah cukup untuk melihat hasil dari apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Ketika pancasila dicetuskan, para pendiri bangsa sudah sangat mempertimbangkan ideologi yang benar-benar dapat mewakili seluruh rakyat Indonesia. Sangat mafhum kiranya pendiri bangsa mencetuskan pancasila, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari banyak golongan, ras, suku serta agama. Keberagaman ini pula yang menjadi warna sekaligus identita bangsa Indonesia. Maka, setelah puluhan tahun indonesia merdeka perlu kiranya kita meninjau kembali semangat berpancasila seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Sudahkah isi pancasila benar-benar diterapkan oleh rakyat Indonesia?
Ironis memang ketika kita memiliki sebuah nilai yang disepakati bersama sebagai landasan berbangsa tapi malah hirau dengannya bahkan merusak sendi-sendinya. Bagaimana kita bisa mencipatakan bangsa yang benar-benar berkarakter keindonesiaan, disisi lain, pancasila sebagai nilai-nilai bersama yang kita sepakati malah kita ingkari sendiri. Menjamurnya konflik horizontal, angka pengangguran yang tinggi, rakyat miskin tertindas, ancaman disintegrasi beberapa wilayah Indonesia, pemimpin yang hobi mencuri uang rakyat hingga berbagai ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, menjadi gambaran umum bangsa ini. Suatu gambaran yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai pancasila.
Setelah terjadi krisis ekonomi, bangsa Indonesia masih harus masih menghadapi krisis lagi, yaitu krisis identitas. Ideologi Pancasila adalah identitas bangsa. Namun ketika pancasila itu sendiri tidak dipahami sepenuhnya dan tidak adanya pengamalan oleh rakyat Indonesia sendiri, maka pancasila hanya akan menjadi bagian dari sejarah bangsa yang hanya tertulis di buku sejarah atau buku kewiraan.
Di tengah memudarnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia, perlu adanya revitalisasi nilai-nilai luhur Pancasila. Pemerintah sudah semestinya memperhatikan indikasi dari menguapnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal penanaman nilai-nilai pancasila kepada masyarakat, dapat dimulai dari pendidikan. Kenapa pendidikan? Sebab, dari pendidikan semua sendi-sendi kehidupan dapat tersentuh. Pendidikan adalah modal awal bagi sebuah bangsa untuk maju.
Namun, lagi-lagi pendidikan kita tidak pancasilais, artinya tidak mencerminkan nilai-nila pancasila. Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Melihat pendidikan di Indonesia kita hanya menemukan sebuah beban dimana para orang tua harus sibuk memikirkan biaya pendidikan anak-anaknya. Bagaimana mungkin nilai-nilai pancasila dapat masuk melaui pendidikan jika ia hanya menjadi beban bagi para orang tua.
Jika kita menengok negara-negara maju dimana pendidiakn menjadi sebuah ajang pembebasan bagi rakyatnya. Pendidkan menjadi wadah menumbuhkan nasionalisme kepada bangsanya. Nilai-nilai ideologi begitu mudah diserap masyarakat karena doktrinasi ideologi sudah dimulai dari pendidikan. Maka tidak ada alasan lagi untuk untuk tidak menyediakan Pendidikan murah kepada rakyat, jika kita masih ingin melihat bangsa ini memiliki nilai-nilai sendiri. Nilai-nilai luhur yang menjadi warna, identitas serta modal dasar bangsa Indonesia untuk maju; Pancasila.
Enam puluh dua tahun setelah Indonesia merdeka, kiranya sudah cukup untuk melihat hasil dari apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Ketika pancasila dicetuskan, para pendiri bangsa sudah sangat mempertimbangkan ideologi yang benar-benar dapat mewakili seluruh rakyat Indonesia. Sangat mafhum kiranya pendiri bangsa mencetuskan pancasila, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari banyak golongan, ras, suku serta agama. Keberagaman ini pula yang menjadi warna sekaligus identita bangsa Indonesia. Maka, setelah puluhan tahun indonesia merdeka perlu kiranya kita meninjau kembali semangat berpancasila seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Sudahkah isi pancasila benar-benar diterapkan oleh rakyat Indonesia?
Ironis memang ketika kita memiliki sebuah nilai yang disepakati bersama sebagai landasan berbangsa tapi malah hirau dengannya bahkan merusak sendi-sendinya. Bagaimana kita bisa mencipatakan bangsa yang benar-benar berkarakter keindonesiaan, disisi lain, pancasila sebagai nilai-nilai bersama yang kita sepakati malah kita ingkari sendiri. Menjamurnya konflik horizontal, angka pengangguran yang tinggi, rakyat miskin tertindas, ancaman disintegrasi beberapa wilayah Indonesia, pemimpin yang hobi mencuri uang rakyat hingga berbagai ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, menjadi gambaran umum bangsa ini. Suatu gambaran yang sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai pancasila.
Setelah terjadi krisis ekonomi, bangsa Indonesia masih harus masih menghadapi krisis lagi, yaitu krisis identitas. Ideologi Pancasila adalah identitas bangsa. Namun ketika pancasila itu sendiri tidak dipahami sepenuhnya dan tidak adanya pengamalan oleh rakyat Indonesia sendiri, maka pancasila hanya akan menjadi bagian dari sejarah bangsa yang hanya tertulis di buku sejarah atau buku kewiraan.
Di tengah memudarnya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia, perlu adanya revitalisasi nilai-nilai luhur Pancasila. Pemerintah sudah semestinya memperhatikan indikasi dari menguapnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal penanaman nilai-nilai pancasila kepada masyarakat, dapat dimulai dari pendidikan. Kenapa pendidikan? Sebab, dari pendidikan semua sendi-sendi kehidupan dapat tersentuh. Pendidikan adalah modal awal bagi sebuah bangsa untuk maju.
Namun, lagi-lagi pendidikan kita tidak pancasilais, artinya tidak mencerminkan nilai-nila pancasila. Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Melihat pendidikan di Indonesia kita hanya menemukan sebuah beban dimana para orang tua harus sibuk memikirkan biaya pendidikan anak-anaknya. Bagaimana mungkin nilai-nilai pancasila dapat masuk melaui pendidikan jika ia hanya menjadi beban bagi para orang tua.
Jika kita menengok negara-negara maju dimana pendidiakn menjadi sebuah ajang pembebasan bagi rakyatnya. Pendidkan menjadi wadah menumbuhkan nasionalisme kepada bangsanya. Nilai-nilai ideologi begitu mudah diserap masyarakat karena doktrinasi ideologi sudah dimulai dari pendidikan. Maka tidak ada alasan lagi untuk untuk tidak menyediakan Pendidikan murah kepada rakyat, jika kita masih ingin melihat bangsa ini memiliki nilai-nilai sendiri. Nilai-nilai luhur yang menjadi warna, identitas serta modal dasar bangsa Indonesia untuk maju; Pancasila.