Kamis, 18 Maret 2010

Dampak Media Dalam Perspektif Kontamporer

Di era globaliasasi sekarang ini,Dunia industri media negara kita sudah mengalami kemajuan dengan pesat,hal ini tentunya banyak menjadi sorotan dan di sinilah mendorong para industri media untuk dapat mendisain serta mengkonsep dari segi penempatanya para media menjadi fokus titik awal yang harus di perhatikan, melalui pengelola media banyak terjadi kesimpangsiuran dalam isi penayanganya,media mempunyai andil dan kekuatan di dalam mempengaruhi kehidupan kita.

Industri media globalisasi mempunyai hegemoni dominan yang signifikan didalam mengonstruksi distribusi pesan media (Understanding The Media, Eoin Devereux, 2003). Pada hakekatnya media diciptakan untuk semakin memudahkan kehidupan kita,akan tetapi kalau masyarakat kita belum atau tidak bisa menyingkapi secara bijak,bukan tidak mugkin justru nantinya akan menjadi media alat musuh kita sendiri.

Sebagai contoh pemberitaan di media massa yang kadang selalu memojokkan pihak tertentu dengan mengungkap aib pribadi yang bersangkutan. Infotaintment selalu mengekspose masalah pribadi seorang artis hinga hal-hal yang bersifat rahasia pribadi. Di sini masalah pribadi atau privat sudah hialng. Batas-batas antara hal-hal yang bersifat privat dan hal-hal yang bersifat public pun menjadi hilang. Semuanya dapat dikonsumsi oleh public dengan bebas. Media menjadi pemeran utama dalam kaburnya batas-batas antara public dan privat.

Siapkah masyarakat kita?

Sadar atau tidak secara sadar media mempunyai dampak positif ataupun negatif di dalam mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku tindakan masyarakat kita, dunia perfilman kita lebih banyak menyuguhkan film dengan tema cinta murahan dan horor. ironisnya masyarakat dunia industri ini laris manis dihati masyarakat kita,industri perfilman indonesia banyak terpengaruh film-film negeri yang cenderung hedonis.seharusnya media film dapat digunakan sebagai sarana untuk mendidik dan memberi pengetahuan tentang realitas sosial yang terjadi di masyarakat kita. kenyataanya sekarang film-film atau acara-acara televisi relativi menayangkan tontonan murahan yang tidak mendidik bahkan meracuni.

Media penyiaran di negara kita akhir-akhir ini bila kita amati keadaanya sudah semakin menghawatirkan,hal ini dapat kita lihat pada tayangan infotainment yang relatif menyoroti sisi kehidupan dan keburukan para artis. Sebagai contoh tengok saja tema perselingkuhan dan perceraian yang belangkangan ini sangat marak di expose, disini bila kita kaji isi pemberitaan bukan tidak mungkin terjadi adanya bentuk hiberbolisasi, hal ini tentunya nanti akan membentuk image masyarakat kita menjadi buruk, belum lagi dapat mempengaruhi bentuk pola pikir psikologis masyarakat kita takut,bahkan trauma di dalam pasangan suami-istri menjalani suatu ikatan pernikahan. bukankah masih banyak problematika moral bangsa yang perlu diangkat dan dipublikasikan, banyak tayangan televisi yang menayangkan secara tidak mendidik, banyak mempengaruhi yang cenderung merusak moral, terutama pada anak-anak remaja yang masih labil kadar egonya, media di negara kita tidak layaknya hanya mengejar dan berorientasi bisnis yang menghasilkan keuntungan bagi segelintir petinggi media yang mempunyai otoritas di dalam mengkonsep isi tayangan media. Menurut hemat saya seharusnya media penyiaran dapat kita jadikan sebuah tolak ukur untuk mencerdaskan, membangkitkan rasa nasionalisme moral bangsa kita tercinta ini.

Globalisasi yang ditandai dengan melimpahnya dan tak terbendungnya ekspansi media sekaligus menancapkan pengaruhnya yang sangat luar biasa pada khalayak, membentuk sebuah “desa global” yang terintegrsi secara global. Kita dengan mudah mendapatkan berita atau informasi apapun di seluruh pelosok dunia dengan sekejap. Ini semua disebabakan kekuatan media yang sudah terintegrasi secara sistematis.

Namun diluar itu semua, kekhawatiran kita seharusnya pada sifat media yang terintegrasi dan memberi dampak yang luar biasa pada kehidupan masyarakat. filterisasi dan penangkalan dari aktifnya persebaran dampak media yang tentu saja mengandung unsur yang negatif dan positif, seharusnya menjadi perhatian kita selanjutnya. Kesadaran akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh media seharusnya menjadikan kita lebih hati-hati dalam mengkonsumsi informsi semua tayangan-tayangan yang di sajikan oleh media.

Sayangnya, masyarakat kita cenderung apatis dan menerima tanpa berpikir kritis apa yang di sajikan oleh media. Kesadaran akan dampak yang di tularkan oleh media harus segera ditumbuhkan. Walaupun kuatnya pengaruh media bias sangat tidak disadari, karena keberadaan dan pengaruhnya sangat sistematis dan masif.

Selalu ada dua sisi dalam pandangan secara luas. Selalu ada positif dan negatif, katakan ketika media semakin banyak beredar dan akes media bisa didapatkan secara mudah dan praktis namun di sisi lain kita harus memperhatikan content atau isi media secara cermat. Dan tidak langsung mencerna isi media secara mentah-mentah kita membutuhkan semacam filter pengetahuan faktual sehingga akurasi berita bisa dipercaya sebagai konsumsi perjalanan sejarah. Disini rasanya program-progam seperti melek media dibutuhkan masyarakat pada umumnya agak paling tidak khalayak ramai juga lebih cerdas dalam mengkonsumsi media.

Ada dua gejala yang senatiasa muncul dalam industri media. di satu sisi, lingkungan komersil uang kompetitif mungkin akan dapat menimbulkan dampak positif terhadap kreativitas dan inovasi. Disisi lain pertimbangan pasar berdasar tradisi rating, menembus semua tingkat pengambilan keputusan dan sering kali mengabaikan kualitas content. Kadang estetika dan sosial dan psikoloogis tontonan (Kekuasan dan Hiburan,Garin Nugroho,1995).

Seyogyanya pemerintah dirasa perlu memperhatikan seperti menyempurnakan kode etik jurnalistik dan pengelolaan media bagaimana agar pemilik media bisa benar-benar menjalankan proses media seideal mungkin.

fashion employment

Pada hakekatnya,di era globalisasi sekarang ini dunia kerja menuntut gaya berbusana secara formal dan hal ini mempengaruhi penampilan terhadap profesionalisme kerja seseorang. tata cara berbusana menjadi cicri khas dan identitas kita.

penampilan sering menjadi acuan utama. Dengan melihat bentuk tubuh, wajah, gerak-gerik, tata rias, gaya berpakaian atau tata rambut, bisa timbul berbagai kesan mulai dari yang positif sampai negatif. Di sinilah terjadi proses persepsi sosial, yang oleh Baron dan Byrne (1994) didefinisikan sebagai proses yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mencari informasi tentang orang lain.

Persepsi terhadap penampilan fisik sering diasosiasikan dengan karakteristik-karakteristik lain seperti kepribadian atau bahkan kompetensi. Lebih jauh lagi, kesan yang muncul dapat memiliki pengaruh yang kuat bagi suatu hubungan interpersonal. Richmond, McCrockey dan Payne (1991) menyatakan bahwa ketika pertama kali bertemu dengan seseorang, kita cenderung melihat penampilan fisiknya dan kesan yang diperoleh dapat mempengaruhi bagaimana interaksi yang terjadi di masa datang. Kadang hanya dari penampilan seseorang, kita bisa mempunyai kesan yang begitu “kuat” terhadap orang tersebut sampai-sampai kita melupakan kualitas-kualitas lain yang ada pada dirinya.

Salah satu hal yang dikaitkan dengan penampilan adalah gaya berbusana. Cara berpakaian menjadi penting ketika seseorang harus tampil di depan umum, bertemu dengan orang banyak atau berhadapan dengan orang-orang tertentu yang punya kedudukan penting atau disegani. Oleh karena itu “siapa orang yang akan ditemui” akan banyak menentukan pakaian seperti apa yang layaknya dipilih. Selain itu ada juga hal-hal yang juga tidak kalah penting dan perlu diperhatikan dalam berbusana:

  • Ciri-ciri fisik pribadi (bentuk tubuh, warna kulit, bentuk wajah)
  • Situasi / acara (formal/semi formal/santai)
  • Cuaca dan suhu (jangan sampai ada kesan BPAG “ Biar Panas Asal Gaya”)
  • Kebiasaan atau budaya setempat

Semakin seseorang mampu berbusana secara tepat dan serasi, ia akan semakin dihargai dan tentunya kepercayaan dirinya akan meningkat. Sayangnya tidak semua orang memiliki selera yang baik dalam berpakaian dan tidak semua orang peduli dengan penampilannya. Padahal, setiap orang punya kesempatan dan bisa belajar untuk lebih pandai dan bijak dalam berbusana. Melalui pengalaman, kepedulian terhadap diri, dan keterbukaan terhadap tren berbusana serta saran-saran dari orang-orang di sekitarnya, lama-kelamaan selera berbusana seseorang akan semakin baik.
3
sebagai seorang professional,perlu memperhatikan tata cara berpakaian yang juga bisa menjadi salah satu cerminan profesionalisme. Jangan berpikir bahwa hanya cara berbicara, cara berpikir atau cara bekerja kita saja yang diperhatikan oleh para klien. Tanpa kita sadari, sangat mungkin klien memperhatikan bagaimana cara kita berbusana dan mulai membangun citra tertentu di benak mereka, yang bisa saja positif tapi bisa juga negatif. citra negatif itulah yang mesti kita hindari. Ekstrimnya, jangan sampai kita kehilangan peluang hanya karena klien merasa tidak “sreg” dengan penampilan kita.

Berikut ini beberapa tips praktis, yang mudah-mudahan bisa menjadi bahan acuan bagi kita semua.

  1. Kenali kepribadian kita. Pilih busana yang chic dan trendy tapi juga mencerminkan karakter pribadi. Tentu saja kita perlu menyesuaikan pakaian dengan aktivitas yang dilakukan, tapi jangan juga menggunakan pakaian yang membuat kita sendiri menjadi gelisah karena tidak nyaman mengenakannya. Jadi, Anda tidak sama sekali kehilangan ”warna” Anda. Jangan lupa untuk menyesuaikan busana yang dipilih dengan warna kulit, bentuk wajah, dan bentuk tubuh.

  1. Untuk bekerja sehari-hari, sesuaikan busana dengan lingkungan kerja. Pastikan busana yang dipilih nyaman untuk dikenakan tapi tidak menyalahi peraturan di tempat kerja. Kalau pun tidak ada peraturan tertulis, tangkap citra apa yang ingin ditampilkan perusahaan dan cobalah menyesuaikan diri karena kita merupakan bagian penting yang akan membawa citra perusahaan. Kemeja Hawaii dengan celana jeans tentu membawa pesan berbeda dari stelan celana panjang dari bahan kain dengan kemeja berdasi. Supaya tidak ”salah kostum”, kalau Anda ragu tanyakan pada Bagian SDM bagaimana seharusnya gaya berpakaian di perusahaan Anda.

  1. 4Kalau kita banyak berinteraksi dengan klien, sesuaikan busana kita dengan gaya klien yang akan dihadapi. Kalau klien lebih suka bergaya semi formal atau cenderung informal, jangan gunakan setelan yang terlalu formal karena justru akan mengesankan ada jarak antara kita dan klien. Oleh karena itu, pandai-pandailah mencari informasi tentang klien-klien Anda. Kalau Anda tidak cukup memiliki informasi, pilih yang kira-kira netral atau bisa segera Anda sesuaikan.

  1. Miliki koleksi pakaian dengan warna-warna ”aman”. Seringkali kita tidak memiliki cukup informasi gaya busana seperti apa yang bisa diterima klien atau rekanan bisnis, sehingga kita perlu memiliki koleksi busana yang netral untuk segala suasana. Warna-warna dasar yang wajib dimiliki adalah biru tua,hitam, putih, coklat, abu-abu tua, dan coklat kehijauan. Pilih setelan dengan warna-warna itu, baru tambahkan warna cerah atau terang sebagai pelengkap. Warna-warna yang “pantang” untuk dipadukan antara lain coklat dengan biru, ungu dengan merah.

  1. Sepatu dan tas merupakan pelengkap yang pasti diperlukan untuk bekerja. Miliki minimal dua pasang sepatu kerja, warna hitam dan coklat tua. Untuk wanita, sepatu warna krem sedikit kecoklatan juga bisa digunakan. Pilih bahan dari kulit agar tahan lama, nyaman dipakai, dan tampilannya cukup baik. Untuk wanita, tinggi hak sepatu yang baik kira-kira 1,5 – 2 inci dan jangan menyulitkan kita berjalan. Sepatu mesti bersih dan warnanya tidak kusam. Dalam pertemuan dengan klien atau acara formal lainnya, jangan kedapatan Anda lepas sepatu! Selain itu, miliki tas kerja berwarna netral seperti hitam, coklat, atau krem kecoklatan agar mudah dipadu padankan dengan beragam warna pakaian.

  1. Kalau kita dengan rekan lain mewakili perusahaan untuk suatu aktivitas, jangan lupa untuk menjaga agar penampilan tim kita tampak serasi. Misalnya, sepakati apakah mau bergaya busana formal atau semi formal, apakah akan berkemeja lengan panjang atau lengan pendek, apakah akan mengenakan dasi atau tidak.

  1. Ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari di lingkungan kerja formal:
    • Pakaian: jeans, T-shirt, Motif atau cetakan pada pakaian: hindari kata-kata, logo, atau gambar yang potensial memancing rasa antipati
    • Alas kaki: sepatu sandal atau sepatu tali terbuka, boot, sepatu olahraga, selop


Namun demikian ada juga lingkungan kerja yang ingin memberi ciri khas tertentu sehingga ”aturan” di atas tidak lagi mengikat, misalnya perusahaan periklanan dan creative agency yang barangkali ingin memunculkan kesan dinamis dengan gaya busana yang cenderung informal.

5Mode selalu berubah, bisa jadi standar busana kantor juga berubah. Oleh karena itu, kita harus dapat mengembangkan terus kepekaan dalam berpakaian. Banyak membaca referensi tentang tips berbusana kerja. Kunjungi toko-toko yang menjual pakaian kerja dan perhatikan busana yang dikenakan pada manekin. Juga tidak ada salahnya kita meminta saran dari seseorang yang lebih ahli. Mungkin biayanya memang terasa mahal, tapi kita bisa memperoleh banyak bekal yang berguna untuk jangka waktu panjang. Kita harus dapat membaca tata cara dan etika di dalam perusahaan yang akan kita tempati bekerja,seperti layaknya orang komunikasi advertising membaca pangsa pasar dan mampu merisetnya.