Rabu, 31 Maret 2010

Etika Peliputan

Perusahaan pers wajib menyediakan peralatan dan keahlian keselamatan untuk para wartawannya. Sementara wartawan membutuhkan kesadaran untuk mematuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan oleh perusahaannya maupun pihak lain.

Saat ini hanya sedikit perusahaan pers yang peduli dengan kebutuhan pelatihan keselamatan bagi wartawan ketika meliput di daerah berbahaya seperti konflik, bencana atau musibah. Padahal perusahaan pers wajib memenuhinya dan wartawan memiliki hak untuk mendapatkannya, khususnya untuk wartawan yang ditugaskan meliput di daerah berbahaya.

Berbagai musibah yang dialami masyarakat Indonesia belakangan ini juga menuntut agar wartawan memerhatikan soal etika pemberitaan. Sebab sering pers tidak peduli dengan privasi korban bencana saat wartawan melakukan peliputan maupun ketika berita disampaikan. Persaingan antarperusahaan pers dan kebutuhan mendapat berita eksklusif menyebabkan etika pemberitaan sering dilanggar.

Wartawan banyak yang tidak tahu hak-haknya ketika dikirim meliput ke daerah berbahaya, seperti daerah konflik dan bencana. Sementara hanya sedikit perusahaan pers yang peduli dengan kebutuhan pelatihan bagi wartawannya.

Padahal keselamatan wartawan, ketika meliput di daerah berbahaya, harus diutamakan agar informasi yang didapat wartawan tersampaikan ke masyarakat. Keinginan wartawan untuk mendapatkan berita tidak bisa disalahkan. Namun yang terpenting wartawannya siap untuk hidup, bukan siap untuk mati.

Tragedi tenggelamnya Kapal Penyebrangan Levina I yang menewaskan dua wartawan televisi, Suherman (juru kamera Lativi) dan Muhammad Guntur Syaifullah (juru kamera SCTV), hendaknya menjadi momen agar masyarakat pers peduli dengan keselamatan wartawan dan memperbaiki kekurangan yang ada.

endorse anak

Saat ini banyak iklan-iklan yang ditayangkan di televisi menggunakan endorse dari berbagai kalangan, salah satu contohnya adalah penggunaan anak-anak sebagai endorse suatu produk iklan. Penggunaan anak-anak sebagai endorse sebenarnya sah-sah saja jika kedudukan dan peranan yang mereka dapatkan sesuai dengan sewajarnya, dalam hal ini seperti mereka bertindak sebagai anak-anak pada umumnya.

Tetapi pada prakteknya banyak peranan anak-anak yang jauh dari yang seharusnya, seperti melakukan tindakan yang tidak sewajarnya. Misalanya seperti berbohong, membuat suatu hal yang tidak pantas, dan sebagainya. Meskipun tidak sedikit juga iklan-iklan yang menunjukkan sebagaimana mestinya anak-anak perankan. Seperti belajar, berkelakuan baik, dan sebagainya.

Contoh-contoh iklan yang menunjukkan tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh anak-anak seperti berbohong dalam iklan Mentari Sakti, membuat kegaduhan dalam iklan Three, dan sebagainya. Tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya tersebut jelas-jelas melanggar baik dalam nilai sosial maupun dalam nilai profesional.

Dengan meninjau dan memperhatikan dari iklan-iklan yang melakukan pelanggaran tersebut, baik melalui analisis intertekstual berdasarkan Etika Periklanan Indonesia maupun opini-opini masyarakat yang berkeberatan dengan adanya iklan tersebut, dijadikan sebagai dasar mengapa peranan dan kedudukan anak-anak sebagai endorse bintang iklan sangatlah penting, karena dapat menimbulkan efek yang negatif bagi masyarakat luas khususnya bagi anak-anak itu sendiri.