Selasa, 08 Juni 2010

Menanti Kesaksian dari Kampus

Di tengah kebingungan para mahasiswa yang akan menyelesaikan masa belajar mereka di kampus demi untuk menghadapi sebuah masa depan yang penuh persaingan hidup, tuntutan yang sangat berlebihan dari masyarakat tertumpuk di benak para mahasiswa hingga menjadi beban yang sangat menghantui setiap bayang-bayang langkah para penerus bangsa ini. Tidak ditanya lagi begitu banyak mahasiswa yang gelisah akan masa depannya. Mereka harus memikirkan apa yang akan mereka perbuat setelah menamatkan kuliah mereka. Belum lagi banyaknya kendala sebelum diwisuda, keterlambatan nilai sampai banyaknya mata kuliah yang harus mengulang serta skripsi tak kunjung di kabulkan hingga jika kemalasan menghinggapi mahasiswa yang bersangkutan, maka tidak ayal lagi skripsinya akan terbengkalai dan berpengaruh terhadap kelulusannya.

Ternyata menjadi mahasiswa tidak semudah yang dibayangkan sewakatu kita di sekolah menengah. Bagi mahasiswa yang yang bertanggung jawab, jam kuliah yang longgar tidak berarti mahasiswa dapat bersenang seenak udelnya karena akan begitu banyak waktu yang dapat dimanfaatkan untuk hal-hal positif, tentu jika kita sadar bahwa masa muda itu sangat berharga. Ditengah meningkatnya penghargaan masyrakat terhadap gelar akademik, yang pada dekade 70-80 an seorang yang berhasil menamatkan sekolah menengah sangat dihargai begitu juga ketika mencari pekerjaan tidak begitu sulit. Memasuki awal 90 an sampai awal 2000, penghargaan masyarakat naik satu tingkat ke level sarjana strata satu. Akan tetapi memasuki milenium ke tiga tamatan S1 overload hingga tidak jarang kita mendengar banyak sarjana pengganguran, Maka srata 2 hingga strata 3 pun sekarang lebih dihargai. Itupun tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi pada tamatan SMU serta S1 akan terjadi juga pada tamatan S2 dan S3.

Ditengah ketatnya persaingan, mereka yang memiliki kompetensi tentu akan bertahan. Akan tetapi yang paling penting dalah bagaimana para mahasisa ini dapat berperan akti di tengah masyarakat, khusunya mereka yang akan kembali ke daerah asal. Melihat begitu banyak sisi kehidupan di Indonesia yang membuthkan sentuhan-sentuhan dari orang-orang yang sangat berkompeten. Indonesia yang sedang sedang sakit sangat membutkan dokter serta resep yang manjur yang ditawarkannya. Sebut saja, ketidak stabilan ekonomi Indonesia, taraf hidup yang masih rendah, kerusakan alam, pendidikan yang carut marut, sampai perpolitikin yang hanya berisikan perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi.

Maka jangan salahkan siapa-siapa jika akhir-akhir ini banyak musibah menimpa kita. Bencana yang diakibatkan oleh kita yang kurang menghargai alam, kurangnya keinginan yang kuat dalam mewujudkan kehidupan berbangsa yang harmonis berlandaskan toleransi dan tepaselira. jika sudah tidak ada lagi yang mampu mengurus bangsa ini, sangat dibutuhkan sosok-sosok yang lebih arif, terpelajar, Disinilah mahasiwa diuji kepekaannya terhadap lingkungan serta bangsanya.

Sudahkah mahasiswa benar-benar sadar akan tanggung jawabnya terhadap masyarakat serta bangsanya? Setidaknya kita belum melihat itu semua jika kita mencermati kampus kita. Atau mungkin kita sebagai mahasiswa, belum terbangun dari tidur panjang sehingga ketika kita terbangun, maka semuanya sudah terlambat dan di akhiri dengan penyesalan.

0 komentar:

Posting Komentar