Kamis, 28 April 2011

DEMOKRASI PANCASILA

IMPLEMENTASI DEMOKRASI PANCASILA SEBAGAI PERWUJUDAN KEDAULATAN RAKYAT
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apakah demokrasi itu? Apakah negara ini sudah demokrasi? Pertanyaan ini selalu menghinggapi bangsa Indonesia ketika kita bicara istilah demokrasi. Ada pandangan produk dan atribut yang berkaitan dengan demokrasi sebagai produk luar negeri. Negara Indonesia sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri. Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan Indonesia dari level negara, provinsi, kabupaten, hingga kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa. Bagaimana seperti ditulis almarhum Moh.

Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut.

Dari gambaran di atas, hal ini pula yang menginspirasi demokrasi pancasila yang selalu menjadi Kiblat negara kita dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu ditelaah atau dikaji secara lebih dalam lagi.

BAB 2

PENGERTIAN

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi.

Banyak para ahli berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu menjawab tantangan zaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo, S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.

Lain hal lagi dengan Prof. dr. Drs. Notonegoro,S.H., belau mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.

Dalam buku “Le Contrac Sosial”, Jean Jacques Rousseau memaparkan bahwa penguasa atau pemerintah telah membuat perjanjian dengan rakyatnya yang disebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

BAB 3

PENUTUP

A.Simpulan

Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dri rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.

Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali.

Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

- Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

BAB I

PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang
lain.
Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

1.Identifikasi Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1.Pengertian HAM
2.Perkembangan HAM
3.HAM dalam tinjauan Islam
4.Contoh-contoh pelanggaran HAM

1.Batasan Masalah

Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM.

1.Metode Pembahasan

Dalam hal ini penulis menggunakan:

1. Metode deskritif, sebagaimana ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih (Atherton dan Klemmack: 1982).
2. Penelitian kepustakaan, yaitu Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti.

BAB II

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

1.Pengertian Dan Ciri Pokok Hakikat HAM
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”


Ciri Pokok Hakikat HAM

Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:

HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

1.Perkembangan Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula dari:
1. Magna Charta

Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa dimulai dengan lahirnya magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolute (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung jawabannya dimuka hukum(Mansyur Effendi,1994).
2. The American declaration

Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquuieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.

3. The French declaration
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Perancis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkapan tanpa alasan yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah.

4. The four freedom

Ada empat hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang diperlukannya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam Pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap Negara lain ( Mansyur Effendi,1994).

Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia:
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan.
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945
2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat
3. Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950
4. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945

HAM Dalam Tinjauan Islam

Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali.

Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.

Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.

Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.

Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)

Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:

1. Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2. Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional

Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.

1.Pelanggaran HAM dan pengadilan HAM

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.

Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).

Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.

Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.

2. Penaggung jawab dalam penegakan (respection), pemajuan (promotion), perlindungan (protection) dan pemenuhan (fulfill) HAM.

Tanggung jawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga negara. Artinya negara dan individu sama-sama memiliki tanggung jawab terhadap pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. Karena itu, pelanggaran HAM sebenarnya tidak saja dilakukan oleh negara kepada rakyatnya, melainkan juga oleh rakyat kepada rakyat yang disebut dengan pelanggaran HAM secara horizontal.

3. Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan

HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.

HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.

Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

2. Saran-saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.

LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kenyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari sejarah masa lampau. Demikianlah halnya dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila sebagai dasar negaranya.
Sejarah masa lalu dengan masa kini dan masa mendatang merupakan suatu rangkaian waktu yang berlanjut dan berkesinambungan. Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pnacasila sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideologi negara Pancasila.
Bahkan pernah diperdebatkan kembali kebenaran dan ketepatannya sebagai Dasar dan Filsafat Negara Republik Indonesia. Bagi bangsa Indonesia tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dapat menelusuri sejarah kita di masa lalu dan coba untuk melihat tugas-tugas yang kita emban ke masa depan, yang keduanya menyadarkan kita akan perlunya menghayati dan mengamalkan Pancasila.
Sejarah di belakang telah dilalui dengan berbagai cobaan terhadap Pancasila, namun sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa Pancasila yang berakar dia bumi Indonesia senantiasa mampu mengatasi percobaan nasional di masa lampau. Dari sejarah itu, kita mendapat pelajaran sangat berharga bahwa selama ini Pancasila belum kita hayati dan juga belum kita amalkan secara semestinya.
Penghayatan adalah suatu proses batin yang sebelum dihayati memerlukan pengenalan dan pengertian tentang apa yang akan dihayati itu.
Selanjutnya setelah meresap di dalam hati, maka pengamalannya akna terasa sebagai sesuatu yang keluar dari esadaran sendiri, akan terasa sebagai sesuatu yang menjadi bagian dan sekaligus tujuan hidup. Sementara itu, Pengamatan terhadap tugas-tugas sejarah yang kita emban ke masa depan yang penuh dengan segala kemungkinan itu, juga menyadarkan kita akan perlunya penghayatan dan pengamalan Pancasila. 1.2 PENGERTIAN Secara etimologi istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa Sansekerta Pancasila memiliki arti yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, alas/dasar Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7 tanggal 15 Februari 1946 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Pandangan hidup suatu bangsa adalah masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa mengenai kehidupan bersama yang dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan pegangan adlam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan, mayarakat dan alam semesta. Pancasila sebagai dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara seperti yang diatur oleh UUD 1945. 1.3 METODE PENULISAN Metode pengmpulan data yaitu suatu cara pengumpulan suatu bahan untuk dijadikan suatu makalah/laporan agar data yang terkumpul mampu memberikan penegasan pada makalah tersebut. Dalam menyusun makalah ini penulis menggunakan metode study literatur yaitu dengan cara mengumpulkan, menganalisis bukti-bukti tertentu untuk memperoleh fakta dan kesimpulan yang kuat. Dimana pengumpulan data diperoleh dari berbagai macam sumber sebagai bahan untuk dijadikan suatu makalah.

BAB II PERMASALAHAN

Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan, kelahiran, dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pembentukan, kelahiran, dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan merupakan tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia, tetapi merupakan sarana untuk mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional yang didambakannya. Perubahan UUD 1945 hanya terjadi dilakukan terhadap batang tubuh dan penjelasan, tidak menjamin karena mempunyai kedudukan yang tetap dan melekat pada diri mereka sendiri, seiring dengan perkembangan dan perubahan modernisasi membawa dampak yang sangat berpengaruh di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menyadari bahwa ketidakrukunan yang terjadi di Indonesia ini mengganggu kesatuan nasional, sebagaimana dalam masa Kolonial Belanda dan pemberontakan Komunis yang gagal pada tahun 1965.
Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional yang disebabkan ketidakrukunan masyarakat yang sangat majemuk maka semua ini hanya dapat diselesaikan dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai salah satu hukum yuridis. Tidak ada satupun kehidupan yang menjadi faktor integratif dan disintegratif yang dapat membawa bangsa pada kekuatan atau sebaliknya kehancuran. Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia, khususnya sejarah kehidupan politik dan ketatanegaraan Indonesia, telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kehendak dan kepentingan yang berkuasa selama masa kekuasaannya berlangsung.
Bahkan pernah diperdebatkan kembali kebenaran dan ketepatannya sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia sehingga bangsa Indonesia nyaris berada di tepi jurang perpecahan kendati sebelumnya pernah disepakati bersama dalam konsensus nasional tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945. Adapula masa dimana usaha-usaha untuk mengubah Pancasila itu dengan pemberontakan-pemberontakan senjata, yang penyelesaiannya memakan waktu bertahun-tahun dan meminta banyak pengorbanan rakyat.
Di samping berbagai faktor lain, pemberontakan yang berlarut-larut itu jelas menghilangkan kesempatan bangsa Indonesia untuk membangun, menuju terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan. Jalan lurus pelaksanaan pancasila, juga mendapat rintangan –rintangan dengan adanya pemutarbalikan Pancasila dijadikannya Pancasila sebagai tameng untuk menyusupkan faham dan ideologi lain yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Masa ini ditandai antara lain dengan memberi arti kepada Pancasila sebagai “nasakom”, ditampilkannya pengertian “Sosialisme Indonesia” sebagai Marxisme yang diterapkan di Indonesia dan banyak penyimpangan-penyimpangan lainnya lagi yang bersifat mendasar.
Masa pemutarbalikan Pancasila ini bertambah kesimpangsiurannya karena masing-masing kekuatan politik, golongan atau kelompok di dalam masyarakat pada waktu itu memberi arti sempit kepada Pancasila untuk keuntungan dan kepentingannya sendiri. Bagi bangsa Indonesia, mempersoalkan kembali Pancasila sebagai dasar negara sama halnya berarti memutar mundur jarum jamnya sejarah, yang berarti membawa bangsa kita kembali kepada awal meletakkan dasar-dasar Indonesia merdeka. Mempersoalkan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berarti mementahkan kembali kesepakatan nasional dan menciderakan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang telah secara khidmat kita junjung tinggi sejak tanggal 18 Agustus 1945, ialah sejak lahirnya Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, yang mendukung Pancasila itu.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
1. Landasan Historis
Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.
Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.
Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya.
2.Landasan Kultural Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya.
Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut.
4. Landasan Filosofis Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

BAB II PERMASALAHAN Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

merupakan sumber hukum bagi pembentukan, kelahiran, dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Pembentukan, kelahiran, dan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan merupakan tujuan akhir perjuangan bangsa Indonesia, tetapi merupakan sarana untuk mencapai cita-cita nasional dan tujuan nasional yang didambakannya.
Perubahan UUD 1945 hanya terjadi dilakukan terhadap batang tubuh dan penjelasan, tidak menjamin karena mempunyai kedudukan yang tetap dan melekat pada diri mereka sendiri, seiring dengan perkembangan dan perubahan modernisasi membawa dampak yang sangat berpengaruh di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menyadari bahwa ketidakrukunan yang terjadi di Indonesia ini mengganggu kesatuan nasional, sebagaimana dalam masa Kolonial Belanda dan pemberontakan Komunis yang gagal pada tahun 1965.
Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional yang disebabkan ketidakrukunan masyarakat yang sangat majemuk maka semua ini hanya dapat diselesaikan dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai salah satu hukum yuridis. Tidak ada satupun kehidupan yang menjadi faktor integratif dan disintegratif yang dapat membawa bangsa pada kekuatan atau sebaliknya kehancuran. Pancasila sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia, khususnya sejarah kehidupan politik dan ketatanegaraan Indonesia, telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai dengan kehendak dan kepentingan yang berkuasa selama masa kekuasaannya berlangsung.
Bahkan pernah diperdebatkan kembali kebenaran dan ketepatannya sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia sehingga bangsa Indonesia nyaris berada di tepi jurang perpecahan kendati sebelumnya pernah disepakati bersama dalam konsensus nasional tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945. Adapula masa dimana usaha-usaha untuk mengubah Pancasila itu dengan pemberontakan-pemberontakan senjata, yang penyelesaiannya memakan waktu bertahun-tahun dan meminta banyak pengorbanan rakyat.
Di samping berbagai faktor lain, pemberontakan yang berlarut-larut itu jelas menghilangkan kesempatan bangsa Indonesia untuk membangun, menuju terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan. Jalan lurus pelaksanaan pancasila, juga mendapat rintangan –rintangan dengan adanya pemutarbalikan Pancasila dijadikannya Pancasila sebagai tameng untuk menyusupkan faham dan ideologi lain yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Masa ini ditandai antara lain dengan memberi arti kepada Pancasila sebagai “nasakom”, ditampilkannya pengertian “Sosialisme Indonesia” sebagai Marxisme yang diterapkan di Indonesia dan banyak penyimpangan-penyimpangan lainnya lagi yang bersifat mendasar.
Masa pemutarbalikan Pancasila ini bertambah kesimpangsiurannya karena masing-masing kekuatan politik, golongan atau kelompok di dalam masyarakat pada waktu itu memberi arti sempit kepada Pancasila untuk keuntungan dan kepentingannya sendiri. Bagi bangsa Indonesia, mempersoalkan kembali Pancasila sebagai dasar negara sama halnya berarti memutar mundur jarum jamnya sejarah, yang berarti membawa bangsa kita kembali kepada awal meletakkan dasar-dasar Indonesia merdeka.
Mempersoalkan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berarti mementahkan kembali kesepakatan nasional dan menciderakan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang telah secara khidmat kita junjung tinggi sejak tanggal 18 Agustus 1945, ialah sejak lahirnya Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, yang mendukung Pancasila itu.

BAB III PEMBAHASAN
3.1 LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
1. Landasan Historis Setiap bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri seja kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.
Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa. Dengan demikian kiranya jelas pada kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah untuk selama-lamanya. 2. Landasan Kultural Pandangan hidup suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak
dapat dilepaspisahkan dari kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian, sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya, terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi dewasa ini.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
3. Landasan Yuridis Alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin olrh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Batang tubuh UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945 tersebut. 4. Landasan Filosofis Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh, hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sunber bagi setiap tindakan para penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Rabu, 27 April 2011

NILAI DAN NORMA

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Yang maha Kuasa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulisan ini dapat saya selesaikan. Penulisan materi ini telat disesuaikan dengan Materi perkuliahan yang di pelajari, yang berisi pokok-pokok pembelajaran yang harus dikembangkan lebih lanjut oleh perguruan tinggi masing-masing dengan melibatkan mahasiswa untuk belajar aktif di dalam perkuliahan, diskusi, atau menganalisis masalah dan berpresentasi.
Pemahaman materi yang disampaikan dalam materi ini juga disertakan iluistrasi dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat merangsang daya fikir mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa terbiasa berfikir kritis, tidak lagi pasih hanya perpedoman pada buku saja.
Saya juga mengiginkan para pembaca dapat menerapkan pendidikan kewarganegaraan inni ke dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan warga Negara yang baik sekaligus menjunjung tinggi persatuan dan keutuhan bangsa merupakan harapan kita semua dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membaca. Saran dan kritik yang membangun akan saya terima dengan hati yang terbuka agar dapat meningkatkan kualitas dan kreativitas bagi saya.









Daftar isi
Bab 1
Nilai dan norma
Bab 2
System hokum nasional
Bab 3
Peranan Lembaga-lembaga Peradilan
Bab 4
Bersikap Sesuai Hukum yang Berlaku (Sadar Hukum)


Bab 1
A.Nilai dan norma

1.Nilai

Nilai atau value mengandung pengertian sesuatu yang berharga. Sesuatu yang bernilai apabila memiliki guna (memiliki keindahan) kebenaran atau kebaikan, misalnya, sesuatu yang indah berarti memiliki nilai estesis atau sesuatu yang baik berarti memiliki nnilai moral (nilai kebaikan). Nilai itu sesuatu yang abstrak, tidak konret, dapat dipikirkan, pahami, dihayati/jiwai, dan hubungan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, hal-hal yang bersifat batiniah, dan bersifat ideal, bukan factual.
Karena sifatnya yang abstrak dan ideal, maka pemahaman terhadap nilai lebih sulit dibandingkan dengan pemahaman terhadap hal-hal yang konkret dan factual. Ada beberapa nilai yang menjujung tinggi serta berkembang dalam kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut.

a.Nilai agama
Setiap agama mengajarkan kebaikan, yaitu tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya, kewajiban-kewajinan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan lingkunganya, atau pemberian motivasi keimanan merupakan perbuatan amal saleh, yang boleh pelakunya (pemeluknya) diyakini akan mendapat balasanya.

b.Nilai Hati Nurani manusia
Hati Nurani manusia (batin manusia) merupakan perasaan
yang paling dalam dan secara kodrat mendapat cahaya kebaikan-kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga manusia memiliki moral dan mampu membedakan hal-hal yang baik atau yang buruk.
c.Nilai Adat Istiadat
Budaya/Kebudayaan merupakan hasil piker, rasa, karsa,dan karya serta cita-cita manusia yang berdasar atas rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, sesame manusia, bangsa, Negara, serta terhadap tuhan Yang Maha Esa.
d.Nilai Pancasila
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan kristalisasi nilai yang dimiliki bangsa Indonesia yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekat untuk mewujudkanya. Nilai -nilai itu antara lain Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, nilai keadilan sosial.

2.Norma
Manusia dalam pergaulan hidupnya di masyarakat diliputi oleh
norma-norma atau kaidah-kaidah, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia dalam masyarakat.

Ada 4 macam norma/kaidah dalam pergaulan hidup masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a.Norma agama
b.Norma kesusilaan
c.Norma kesopanan
d.Norma hokum

3.Nilai Sebagai Sumber Norma
Manusia sebenarnya memiliki kemampuan material dan spiritual yang keduanya menghasilakan nilai. Kemampuan material adalah sesuatu yang mengandung karya, yaitu kemampuan untuk menghasilkan benda ataupun lainya, sedangkan kemampuan spiritual mengandung cipta (menghasilak ilmu pengetahuan) dan karsa (menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, dan hukum serta rasa menghasilkan keindahan).
Untuk menghasilkan seuatu yang diinginkan itu, tentu ada penilaian. Nilai/ penilaian merupaka suatu yang paling dasar, hakiki, atau makna yang terdalam (abstrak) yang berkaitan dengan cita-cita.
Penilaian terhadap suatu hal yang dirasa ideal memiliki penghargaan atau kualitas. Hal itu diapresikan dalam wujud tingakah laku dan perbuatan nyata yang dilaksanakan secara ikhlas.


Bab 2

B.System Hukum nasional

1.Definisi Hukum
Banyak ahli hukum yang mencari suatu batasan tentang hukum (definisi hukum),namun setiap pembatasan tentang hukum yang diperoleh belum pernah memberikan kepuasan.
System hukum nasiaonal adalah perangkat hukum negara yang secara teratur saling berkaitan mengatur ketertiban jalanya suatu operasional kenegaraan, sehingga membentuk suatu totalitas kerja di bidang hukum secara menyeluruh di suatu Negara

2.Tata Hukum
Keseluruhan norma hukum yang mengatur pergaulan hidup bernegara terwujud dalam tata hukum negara. Tata hukum itu sah, berlaku bagi suatu masyarakat tertentu jika dibuat, diterapkan oleh penguasa masyarakat itu. Tata hukum Indonesia, ditetapkan oleh masyarakat Indonesia.

3.Penggolongan Hukum
a.Menurut Sumbernya
b.Menurut Bentuknya
c.Menurut Tempat Berlakunya
d.Menurut Waktu Berlakunya
e.Menurut Sifatnya
f.Menurut Wujudnya
g.Menurut Isinya

Bab 3

C.Peranan Lembaga-Lembaga Peradilan
System peradilan nasional merupakan suatu mekanisme keseluruhan
komponen peradilan nasional, pihak-pihak dalam proses peradilan, hierarki kelembagaan peradilan dan aspek-aspek yang bersifat procedural dan saling berkaitan.
Aspek-aspek atau kompenen yang prosedual adalah proses penyelidikan /penyidik ,penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (mengerti). Hal ini menyangkut bagaimana proses pengajuan perkara mulai dari penyelidikan atau penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di pengadilan.

1.Mahkama Agung (MA)
Mahkama agung adalah pengadilan Negara tertinggi dar semua lingkungan
peradilan di Indonesia. Tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh yang lain.
Ketentuan mengenai mahkama agung diatur dalam UU No. 5tahun 2004 tentang perubahan atas UU No 14 tahun 1985, yaitu mengenai mahkama agung (MA). Berkedudukan di ibu kota Negara dengan daerah hukum meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Tugas luhur yang di emban oleh mahkama agung adalah menjaga agar peradilan diseluruh wilayah Negara RI dilakuakan dengan tidak membedakan orang demi keadilan yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.Mahkama Konstitusi
Berdirinya lembaga mahkama Konstitusi (MK) diawali dengan amandemen Konstitusi yang dilakukan oleh MPR pada tahun 2001, sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (2), pasal 24 C, dan pasal 7 B UUD 1945 (amandemen ke 3), yang disahkan pada 9 November 2001.

3.Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga yang berperan mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka dengan cara atau melalui mencalonan hakim agung serta penguasaan terhadap hakim. Tujuan di bentuk komisi ini adalah agar harapan masyarakat terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka, transparan, dan parsitipatif dapat terwujud. Dengan demikian kehornatan dan keluhuran martabat serta perilaku hakim dapat ditegakkan dan terjaga.
Susunan keanggotaan komisi Yudisial terdiri atas Pimpinan dan anggota. Pimpinan kimisi terdiri atas seseorang ketua dan seorang wakil ketua yang merangkap anggota. Sedangkan anggotanya terdiri dari 7(tujuh) orang yang berasal dar pejabat Negara, yaitu hakim, praktisi hukum, akademisi hukum dan anggota masyarakat.
Ketentuan mengenai tata cara pimpinan komisi diatur oleh lenbaga komisi Yudisial sendiri.
Persyaratan untuk menjadi anggota komisi Yudisial ditentukan berdasarkan pasal 26 sampai dengan pasal 31 UU No.22 tahun 2004, dan di angkat oleh presiden persetujuan DPR.

Bab 4

D.Bersikap Sesuai Ketentuan Hukum Yang Berlaku (Sadar Hukum)
Dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya, komisi Yudisial dibantu oleh kesekretariat Jenderal yang di pimpin oleh seorang sekertaris Jenderal.

1.Sadar Hukum Dilingkungan Keluarga
a.Selalu menjaga nama baik keluarga
b.Mentaati peraturan keluarga
c.Menggunakan fasilitas keluarga dengan baik
d.Mendengarkan nasehat orang tua
e.Menghormati semua anggota keluarga

2.Sadar Hukum Dilingkungan Masyarakat
a.Menjaga nama baik masyarakat
b.Menghormati sesame warga masyarakat
c.Taat dan patuh terhadap peraturan-peraturan masyarakat
d.Tidak bertindak di luar norma
e.Selalu memelihara ketertiban, keamanan, dan ketentraman.

3.Sadar Hukum Dilingkungan Negara
a.menjaga nama baik Negara
b.Taat dan patuh dalam menjalankan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Negara
c.Membayar pajak
d.Saling hormat antar sesame warga.

DAFTAR PUSTAKA

1.Sumaatmadja,Nursid,dkk(2007).Konsep Dasar IPS. Jakarta : Penebit Universitas Terbuka.

KONDISI KETAHANAN NASIONAL

KONDISI KETAHANAN NASIONAL

Pendahuluan


a.Ketahanan Nasional (TANNAS) merupakan salah satu Doktrin Nasional yang secara terus menerus dibina dan dikembangkan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS). Mengingat pentingnya fungsi Ketahanan Nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, materi ini merupakan salah satu materi ajaran pokok yang diberikan kepada peserta seluruh kursus yang diselenggarakan oleh Lemhannas. Sehubungan dengan itu setiap alumni Lemhannas sebagai kader pemimpin nasional dimasa mendatang diharapkan dapat menguasai materi Ketahanan Nasional dan mampu mengimplementasikannya dalam kegiatan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.Guna lebih memudahkan pemahaman materi Ketahanan Nasional, Lemhannas telah menyusun MODUL Konsepsi Ketahanan Nasional yang merupakan inti sari atau pokok-pokok materi ketahanan Nasional. Bagi pembaca atau calon peserta kursus Lemhannas yang ingin lebih mendalami materi tersebut kiranya dapat membaca berbagai referensi terkait dengan Ketahanan Nasional sesuai dengan yang dicantumkan dalam Tulisan.

Maksud dan Tujuan Tulisan

Konsepsi Ketahanan Nasional dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman materi TANNAS bagi para pembaca dan/ atau calon peserta kursus sehingga memiliki pengetahuan awal tentang TANNAS yang selanjutnya akan Lemhannas dikembangkan pada saat mengikuti kursus, seminar dan diskusi yang diselenggarakan oleh Lemhannas

Ruang Lingkup dan Tata Urut Tulisan.

Konsepsi Ketahanan Nasional meliputi Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan Nasional serta beberapa penugasan dan referensi yang digunakan yang dibagi dalam dua bagian yaitu :
-Filosofi Ketahanan Nasional Indonesia.
-Konsep Dasar Ketahanan Nasional.

Bab 1

Pengertian Ketahanan Nasional

Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Dalam perjuangan mencapai cita-cita/tujuan nasionalnya bangsa Indonesia tidak terhindar dari berbagai ancaman-ancaman yang kadang-kadang membahayakan keselamatannya. Cara agar dapat menghadapi ancaman-ancaman tersebut, bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.

Kondisi atau situasi dan juga bisa dikatakan sikon bangsa kita ini selalu berubah-ubah tidak statik. Ancaman yang dihadapi juga tidak sama, baik jenisnya maupun besarnya. Karena itu ketahanan nasional harus selalu dibina dan ditingkatkan, sesuai dengan kondisi serta ancaman yang akan dihadapi. Dan inilah yang disebut dengan sifat dinamika pada ketahanan nasional.
Kata ketahanan nasional telah sering kita dengar disurat kabar atau sumber-sumber lainnya. Mungkin juga kita sudah memperoleh gambarannya.

Untuk mengetahui ketahanan nasional, sebelumnya kita sudah tau arti dari wawasan nusantara. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamik yang dimiliki suatu bangsa, yang didalamnya terkandung keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.

Kekuatan ini diperlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan kesatuan, keberadaan, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Bisa jadi ancaman-ancaman tersebut dari dalam ataupun dari luar.

Bab 2
Perkembangan Ketahanan Nasional

Dewasa ini istilah ketahanan nasional sudah dikenal diseluruh Indonesia. Dapat dikatakan bahwa istilah itu telah menjadi milik nasianal. Ketahanan Nasional baru dikenal sejak permulaan tahun 60 an. Pada saat itu istilah itu belum diberi devenisi tertentu. Disamping itu belum pula disusun konsepsi yang lengkap menyeluruh tentang ketahanan nasional. Istilah ketahanan nasional pada waktu itu dipakai dalam rangka pembahasan masalah pembinaan ter itorial atau masalah pertahanan keamanan pada umumnya.
Walaupun banyak instansi maupun perorangan pada waktu itu menggunakan istilah ketahanan nasional, namun lembaga yang secara serius dan terus-menerus mempelajari dan membahas masalah ketahanan nasional adalah lembaga pertahanan nasional atau lemhanas.
Sejak Lemhanas didirikan pada tahun 1965, maka masalah ketahanan nasional selalu memperoleh perhatian yang besar.
Sejak mulai dengan membahas masalah ketahanan nasional sampai sekarang, telah dihasilkan tiga konsepsi.Pengertian atau devenisi pertama Lemhanas, yang disebut dalam konsep 1968 adalah sebagai berikut :
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala kekuatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara dan bangsa Indonesia.
Pengertian kedua dari Lemhanas yang disebut dalam ketahanan nasional konsepsi tahun 1969 merupakan penyempurnaan dari konspsi pertama yaitu :
Ketahanan nasional adalah keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan untuk memperkembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup Negara Indonesia.
Ketahanan nasional merupakan kodisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguahan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,didalam menghadapi didalam menghadapi dan mengisi segala tantangan, ancaman ,hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas,identitas , kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan mengejar perjuangan nasional.
Apabila kita bandingkan dengan yang terdahulu, maka akan tampak perbedaan antara lain seperti berikut :
a. Perumusan 1972 bersifat universal, dalam arti bahwa rumusan tersebut dapat diterapkan dinegara-negara lain, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.
b. Tidak lagi diusahakan adanya suatu devenisi, sebagai gantinya dirumuskan apa yang dimaksud kan dengan istilah ketahanan nasional.
c. Jika dahulu ketahanan nasional di identikkan dengan keuletan dan daya tahan , maka ketahanan nasional merupakan suatu kondisi dinamis yang berisikan keuletan dan ketangguhan, yang berarti bahwa kondisi itu dapat berubah.
d. Secara lengkap dicantumkan tantangan, ancaman , hambatan, serta ganguan.
e. Kelangsungan hidup lebih diperinci menjadi integritas, identitas, dan kelangsungan hidup.
Dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Jendral Suharto di depan siding DPR tanggal 16 Agustus 1975, dikatakan bahwa ketahanan nsional adalah tingkat keadaan dan keuletan dan ketangguhan bahwa Indonesia dalam menghimpun dan mengarahkan kesungguhan kemampuan nasional yang ada sehingga merupakan kekuatan nasional yang mampu dan sanggup menghadapi setiap ancaman d an tantangan terhadap keutuhanan maupun kepribadian bangsa dan mempertahankan kehidupan dabn kelangsungan cita-citanya.
Karena keadaan selalu berkembang serta bahaya dan tantangan selalu berubah, maka ketahanan nasional itu juga harus dikembangkan dan dibina agar memadai dengan perkembangan keadaan. Karena itu ketahanan nasional itu bersift dinamis, bukan statis.
Ikhtiar untuk mewujudkan ketahanan nasional yang kokoh ini bukanlah hl baru bagi kita. Tetapiu pembinaan dan peningkatannya sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan fasililitas yang tersedi pula.
Pembinaan ketahanan nasional kita dilakukan dipelgai bidang : ideology , poluitik, ekonomi , sosial budaya dan hankam, baik secara serempak maupun menurut prioritas kebutuhan kita.

2. Perwujudan Ketahanan Nasional Indonesia dalan Trigarta
Untuk memberi gambaran umum tentang Indonesia, marilah kita membahasas dahulu dar segi aspek-aspek alamiah atau Trigatra dengan mulai meninjau :
a. Aspek lokasi dan posisi Geografis Wilayah Indonesia
Jikalau kita melihat letak geografis wilayah Indonesia dalam peta dunia, maka akan nampak jelas bahwa wilayah Negara tersebut merupakan suatu kepulauan, yang menurut wujud kedalam, terdiri dari daerah air dengan ribuan pulau-pulau didalamnya. Yang dalam bahasa asing bisa disebut sebagai suatu archipelago kelvar, kepulauan itu merupakan suatu archipelago yang terletak antara benua Asia disebelah utara dan benua Australia disebelah selatan serta samudra Indonesia disebelah barat dan samudra pasifik disebelah timur.
Berhubungan letak geografis antara dua benua dan samudra yang penting itu, maka dikatakan bahwa Indonesia mempunyai suatu kedudukan geograpis ditengah tengah jalan lalu lintas silang dunia. Karena kedudukannya yagn strategis itu, dipandang dari tiga segi kesejahtraan dibidang politik, ekonomi dan sosial budaya Indonesia telah banyak mengalami pertemuan dengan pengaruh pihak asing (akulturasi).

Bab 3

Kesimpulan
1.Kesimpulan
Dengan melihat dari contoh kasus dan pengertian dari wawasan nusantara, ketahanan nasional dan politik dan strategi nasional maka dapat ditarik kesimpulan, yakni:
•Wawasan nusantara sebagai landasan untuk mencapai kesatuan pandangan.
•Dari kesatuan pandangan akan didapat ketahanan nasional yang kuat.
•Dengan adanya kesamaan pandangan antara pemerintah dengan masyarakat maka dengan mudah pemerintah dapat menentukan politik dan strategi nasional.
•Jika wawasan nasional, ketahanan nasional serta politik dan strategi nasional suatu bangsa tercapai maka tujuan nasional bangsa tersebut tidak hanya menjadi cita-cita belaka tetapi dapat terwujud.
2.Saran
Setelah membaca makalah ini hendaknya pembaca dapat mengetahui dan memahami urgensi dari wawasan nusantara, ketahanan nasional dan politik dan strategi nasional. Serta dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Zubaidi, H. Achmad, dkk.2002.PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Yogyakarta: Paradigma

Minggu, 10 April 2011

WAWASAN NUSANTARA

PENDAHULUAN

Setiap bangsa yang telah merdeka mempunyai cita-cita yang dilandasi falsafah hidup bangsa dan ideologinya.
Dalam pencapaian tujuan nasional, setiap bangsa melakukan kegiatan pembangunan disegala bidang dengan berpedoman kepada wawasan nusantara yang memandang negara dan bangsanya sebagai satu kesatuan yang utuh.
Dalam melakukan pembangunan,
secara langsung maupun tidak langsung selalu akan menghadapi tantangan, hambatan dan gangguan, untuk itu suatu bangsa perlu memiliki ketahanan,
keuletan, dan ketangguhan guna menghadapi era globalisasi seperti saat ini sehingga program pembangunan nasional dapat dilaksanakan guna mencapai tujuan nasional.

DAFTAR ISI:

BAB 1
Wawasan Nasional Suatu Bangsa
BAB 2
Teori – Teori Kekuasaan
BAB 3
Wawasan Nasional Indonesia
BAB 4
Pengertian Wawasan Nusantara
BAB 5
Unsur Dasar Wawasan Nusantara
BAB 6
Implementasi Wawasan Nusantara
BAB 1

Wawasan nusantara

A. Wawasan Nasional Suatu Bangsa
Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan cara pandang atau cara melihat.
Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehinga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaanya.

Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia negara kita, sesuai dengan sejarah perjuangan bangsa, kondisi geo-politik serta bangun negara yang terdiri atas kepulauan, Wasantara menjadi pengikat persatuan dan kesatuan. Wasantara menjadi penghubung antara paham kedaulatan negara dengan kemanusiaan, antara hak pembela kepentingan nasional dengan kewajiban untuk memajukan kesejahteraan seluruh umat manusia.
Wasantara memadukan paham kesatuan kepulauan Indonesia, sumber daya alam serta sumber daya manusia dalam pengertian Tanah dan Air. Paham ini ditunjang oleh doktrin Ketahanan Nasional (Tannas), yakni segi-segi dinamis dan kualitatif dari kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan yang secara keseluruhan memperkuat daya juang bangsa di segala bidang.

1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia / rakyat
3. Lingkungan
Dengan demikian, wawasan nasional suatu bangsa adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (interaksi & interelasi) serta pembangunannya di dalam bernegara di tengah-tengah lingkungannya baik nasional, regional, maupun global.

BAB 2

B. Teori – Teori Kekuasaan
Wawasan nasional suatu bangsa dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya.
Beberapa teori paham kekuasaan dan teori geopolitik antara lain sebagai berikut:
1. Paham-paham kekuasaan
a. Machiavelli (abad XVII)
b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)
d. Fuerback dan Hegel (abad XVII)
e. Lenin (abad XIX)
f. Lucian W. Pye dan Sidney
2. Teori–teori geopolitik (ilmu bumi politik)
Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala politik dari aspek geografi. Teori ini banyak dikemukakan oleh para sarjana seperti :
a. Federich Ratzel
• Pertumbuhan negara dapat dianalogikan (disamakan/mirip) dengan pertumbuhan organisme(mahluk hidup) yang memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup tetapi dapat juga menyusut dan mati.
• Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang makin memungkinkan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang).
• Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam..
• Semakin tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhan atau dukungan sumber daya alam.
Apabila ruang hidup negara (wilayah) sudah tidak mencukupi, maka dapat diperluas dengan mengubah batas negara baik secara damai maupun dengan kekerasan/perang. Ajaran Ratzel menimbulkan dua aliran :
* menitik beratkan kekuatan darat
* menitik beratkan kekuatan laut
b. Rudolf Kjellen
• Negara sebagai satuan biologi, suatu organisme hidup. Untuk mencapai tujuan negara, hanya dimungkinkan dengan jalan memperoleh ruang (wilayah) yang cukup luas agar memungkinkan pengembangan secara bebas kemampuan dan kekuatan rakyatnya.
• Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang: geopolitik,ekonomipolitik, demopolitik, sosialpolitik dan kratopolitik..
• Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar, tetapi harus mampu swasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasional.
c. Karl Haushofer

Pandangan Karl Haushofer ini berkembang di Jerman di bawah kekuasan Aldof Hitler, juga dikembangkan ke Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme.

d. Sir Halford Mackinder (konsep wawasan benua)

Teori ahli Geopolitik ini menganut “konsep kekuatan”. Ia mencetuskan wawasan benua yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan ; barang siapa dapat mengusai “daerah jantung”, yaitu Eropa dan Asia, akan dapat menguasai “pulau dunia” yaitu Eropa, Asia, Afrika dan akhirnya dapat mengusai dunia.

e. Sir Walter Raleigh dan Alferd Thyer Mahan (konsep wawasan bahari)

Barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehinga pada akhirnya menguasai dunia.
f. W.Mitchel, A.Seversky, Giulio Douhet, J.F.C.Fuller (konsep wawasan dirgantara)
Kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Kekuatan di udara mempunyai daya tangkis terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan penghancuran dikandang lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang.

g. Nicholas J. Spykman

Teori daerah batas (rimland) yaitu teori wawasan kombinasi, yang menggabungkan kekuatan darat, laut, udara dan dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu negara.

BAB 3

C. Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan nasional Indonesia dikembangkan berdasarkan wawasan nasional secara universal sehingga dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dipakai negara Indonesia.
a. Paham kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang perang dan damai berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan ekspansionisme.
b. Geopolitik Indonesia

Indonesia menganut paham negara kepulauan berdasar ARCHIPELAGO CONCEPT yaitu laut sebagai penghubung daratan sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai Tanah Air dan ini disebut negara kepulauan.
c. Dasar pemikiran wawasan nasional Indonesia
Bangsa Indonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata. Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa Indonesia yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Untuk itu pembahasan latar belakang filosofi sebagai dasar pemikiran dan pembinaan nasional Indonesia ditinjau dari :
1. Pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
2. Pemikiran berdasarkan aspek kewilayahan
Gambar laut teritorial selebar 3 mil dari masing-masing pulau (TZMKO 1939)
Gambar pembagian wilayah laut menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional1982.
BAB 4

D. Pengertian Wawasan Nusantara

1. Prof.Dr. Wan Usman
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
2. Kelompok kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah:
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Landasan Wawasan Nusantara
Idiil => Pancasila
Konstitusional => UUD 1945.
BAB 5

E. Unsur Dasar Wawasan Nusantara

Wadah (Contour)
Isi (Content)
Tata laku (Conduct)
- Hakekat Wawasan Nusantara
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam
lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
- Asas Wawasan Nusantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas wasantara terdiri dari:
Kepentingan/Tujuan yang sama
Keadilan
Kejujuran
Solidaritas
Kerjasama
Kesetiaan terhadap kesepakatan
- . Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.
Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari hirarkhi paradigma nasional sbb:
Pancasila (dasar negara) =>Landasan Idiil
UUD 1945 (Konstitusi negara) =>Landasan Konstitusional
Wasantara (Visi bangsa) =>Landasan Visional
Ketahanan Nasional (KonsepsiBangsa) =>Landasan Konsepsional
GBHN (Kebijaksanaan Dasar Bangsa) =>Landasan Operasional
Fungsi Wawasan Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.
Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/daerah.
BAB 6

F Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.

a. Implementasi dalam kehidupan politik,
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi,
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya,
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan,

Prospek Implementasi Wawasan Nusantara
Berdasarkan beberapa teori mengemukakan pandangan global sbb:
Global Paradox menyatakan negara harus mampu memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
Borderless World dan The End of Nation State menyatakan batas wilayah geografi relatif tetap, tetapi kekuatan ekonomi dan budaya global akan menembus batas tsb. Pemerintah daerah perlu diberi peranan lebih berarti.
The Future of Capitalism menyatakan strategi baru kapitalisme adalah mengupayakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat serta antara negara maju dengan negara berkembang.
Building Win Win World (Henderson) menyatakan perlu ada perubahan nuansa perang ekonomi, menjadikan masyarakat dunia yang lebih bekerjasama, memanfaatkan teknologi yang bersih lingkungan serta pemerintahan yang demokratis.
The Second Curve (Ian Morison) menyatakan dalam era baru timbul adanya peranan yang lebih besar dari pasar, peranan konsumen dan teknologi baru yang mengantar terwujudnya masyarakat baru.
Keberhasilan Implementasi Wasantara
Diperlukan kesadaran WNI untuk :
Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang.
Agar ke-2 hal dapat terwujud diperlukan sosialisasi dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, wawasan nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Dalam aspek budaya Kehidupan bermasyarakat terdiri atas sejumlah besar “lingkar masyarakat” yang berada di seluruh pelosok Tanah Air. Kesadaran itu berlandaskan kehidupan warga yang melekat pada lingkungan terdekat: suku, agama, adat, daerah.
Kesadaran ‘berwarga masyarakat’ mencakup kehidupan bersuku, beragama, berbahasa, berdaerah dan beradat yang berbeda-beda. Pegangan hidup warga-masyarakat diwariskan oleh lingkungan sekelilingnya yang paling akrab: keluarga, puak, adat, bahasa ibu, agama.
Ketaatan pada kehidupan berwarga masyarakat umumnya terbentuk atas dasar keterikatan batin yang diciptakan oleh lingkungan budaya yang terdekat. Sedangkan kesadaran bermasyarakat Indonesia mencakup pandangan hidup yang lebih luas daripada sekedar kesadaran berwarga lingkarannya yang terdekat, sekalipun setiap orang menilai penting lingkungan suku, adat, bahasa, ras dan agama darimana ia berasal.
Kehidupan bermasyarakat adalah lingkar pertama dari perluasan jatidiri orang seorang dalam menuju kehidupan berbangsa dan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

1.Pendidikan Kewarganegaraa, Gramedia Pustaka 2008
2. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/wawasan-nusantara/pengertian-dan-hakekat-wawasan-nusantara
3. http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/06/geopolitik-indonesia.html
4. Malik, Moesadin, Ir.,M.Si, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Februari 2009.